Monday, September 04, 2006

Mother Driver? Yes!




Tiap kali suami dinas keluar kota saya selalu susah. Apalagi kalau jatuhnya hari weekend. Bukannya karena curiga pada suami atau lain sebagainya, tapi karena dengan perginya suami keluar kota berarti saya atau anak-anak tidak bisa pergi-pergi. Masalahnya satu-satunya driver di rumah kami adalah suami. Kalaupun ngotot mau jalan-jalan, itu berarti saya dan anak-anak harus naik angkot atau bus. Nggak kebayang deh berendeng-rendeng dengan anak-anak yang masih kecil-kecil naik turun angkot. Bukannya sok borjuis. Tapi kedua anak saya adalah jenis jagoan cilik yang tidak mau diam, pun bila di dalam mobil. Bisa-bisa belum sampai tujuan sudah disuruh turun oleh supir atau penumpang angkot lainnya yang merasa terganggu dengan tingkah 'kelinci-kelinci' saya itu. Maklum, mereka (terutama yang sulung) kalau di dalam mobil suka nyanyi-nyanyi sambil berteriak, pindah dari kursi belakang ke kursi depan atau loncat-loncat.

Mau nyetir sendiri, saya kok belum berani ya. Bukannya tidak bisa. Saya dulu sempat, lho, wara-wiri kesana kemari bawa mobil sendiri sebelum naas menubruk pohon saat jalan-jalan menuju Bojong Gede. Alhamdulillah, saya tidak luka segores pun. Namun sejak saat itu, tiap mencoba duduk di belakang kemudi saya langsung keringat dingin. Mungkin ini yang dinamakan trauma. Padahal kejadiannya sudah hampir tujuh tahun yang lalu. Sempat juga terpikir mau ke psikiater untuk berobat, tapi malah diketawain suami. Wah gengsi juga saya.

Kemarin Sabtu mau tidak mau saya mengantar si sulung berenang dengan teman-teman sekolahnya. Padahal suami sedang dinas ke Jogja. Terpaksalah saya dan si sulung naik angkot menuju kolam renang yang ditetapkan oleh sekolah. Untungnya selama di perjalanan si sulung anteng jadi saya agak legaan sedikit. Tapi pas giliran mau turun, ternyata anak saya tertidur (mungkin karena angin semilir dari jendela angkot yang saya buka). Waduh, saya kerepotan membopong si sulung yang lumayan 'ndut' itu turun.

Kalau sudah begitu, lagi-lagi saya bertekat dalam hati mau mulai 'bawa' mobil sendiri lagi. Apalagi kalau teringat betapa enaknya adik saya yang bisa pergi kesana kemari dengan Panther-nya tanpa tergantung pada suami. Padahal dulu kursus setir mobilnya barengan saya, lho. Belum lagi melihat Ibu-ibu teman anak saya yang dengan mahir membawa mobil menjemput anaknya sekolah. Terus terang saya jadi iri. Jadi, tunggu tanggal mainnya ya. Mulai minggu depan, saya akan belajar lagi menyetir mobil. Mother Driver? Yes!

Thursday, August 31, 2006

Everybody has a dream

Do you know where you're going to?
Do you like the things in life's been showin' you?
Where are you going to?
Do you know?
- OST Mahogany

Dulu waktu kecil saya sering ditanya, kalau sudah besar mau jadi apa? Seingat saya, jawaban saya standar seperti anak-anak lainnya; mau jadi dokter. Tapi cita-cita saya kemudian berubah-rubah seiring dengan berjalannya waktu. Ada masa dimana saya begitu yakin bahwa nanti besar saya akan menjadi seorang insinyur pertanian. Tapi keinginan-keinginan tersebut kemudian buyar dengan sendirinya karena saat mulai dewasa ternyata saya lebih tertarik dengan kesusastraan ketimbang ilmu eksakta. Lagipula saya takut bila melihat darah...hiii..., saya trauma sewaktu ikut praktikum bedah kodok!

Tapi ada teman saya yang konsisten dengan cita-citanya. Dari kecil ia sudah ingin jadi polisi wanita, setelah dewasa ia menjadi... istri polisi, hehehe .... (Tapi setidaknya ada sangkut pautnya dengan polisi. Gagal jadi polisi, jadi istri polisi pun tak apa).

Semua orang pasti punya cita-cita atau mimpi. Tidak sebatas impian atau cita-cita masa kecil saja. Bagi saya, dengan mempunyai mimpi berarti saya menjadi orang yang optimis dan selalu ingin maju. Jadi tiap pergantian tahun saya tidak pernah ketinggalan membuat resolusi - target apa yang ingin saya capai di tahun tersebut. Kalaupun di akhir tahun nanti impian atau target saya tidak tercapai, saya tidak putus asa. Setidaknya saya sudah berusaha untuk mencapainya. Nggak usah repot, buat saja target baru atau perpanjang lagi batas waktu untuk pencapaian mimpi atau target kita.

Impian saya adalah membuat sebuah one stop shopping center for moms and kids - sebuah butik yang dilengkapi dengan salon, cafe, taman bermain dan toko buku, dimana ibu-ibu bisa asik belanja ke butik atau creambath, sementara anak-anaknya dititipkan di taman bermain atau toko buku. Pernah sahabat saya protes, kok dari tahun ke tahun impian kamu nggak berubah sih? Kapan tercapainya? Saya hanya tertawa. Saya bilang, selama saya masih punya cita-cita atau impian berarti saya masih mencintai hidup ini. Tapi mulai tahun ini saya bisa sedikit sombong pada sahabat saya karena saya sudah membuat satu langkah kecil untuk mewujudkan impian saya. Saya sudah memulai usaha baju muslim, masih kecil-kecilan sih, tapi siapa tahu tahun depan saya sudah bisa buka butik. Dari butik siapa tahu bisa tambah salon. Setelah itu ditambah lagi cafe dan lain-lainnya, ya kan? Tercapailah cita-cita saya.

Nah, kalau sudah tercapai cita-citanya, lalu apa lagi? Ya buat cita-cita baru. Pokoknya kita jangan berhenti bermimpi. Jangan berhenti untuk bercita-cita. Tanpa cita-cita kita akan menjadi orang yang apatis.

Kemarin saya iseng tanya kepada anak saya yang sekarang duduk di kelas satu SD, kalau sudah besar mau jadi apa? Dengan penuh percaya diri ia menjawab; Rio mau jadi pilot yang pinter main basket. Ternyata, anak saya pun sudah pandai bercita-cita. Dim-diam saya mengamini dalam hati.

Do you know what you're hoping for?
When you look behind you there's no open door
What are you hoping for?
Do you know?
- OST Mahogany

Wednesday, August 23, 2006

Belenggu Motivasi

Motivasi, atau dorongan untuk melakukan sesuatu, tidak melulu bersifat positif, melainkan ada juga yang negatif. Menurut Abraham Maslow, kebutuhan fisiologis dan keamanan saja tidak bisa sepenuhnya memotivasi seseorang. Lalu apa saja sebenarnya yang dapat memotivasi seseorang?

Sebutlah Anna yang berambisi untuk menduduki posisi manajerial yang sedang kosong di departemen tempatnya bekerja. Sayangnya Anna tidak sportif, untuk memenuhi ambisinya ia tega sikut sana sikut sini. Hal ini bisa disebabkan dari budaya ataupun norma-norma yang ia pegang. Ia mengutamakan keberhasilan ataupun kesuksesan walaupun semua itu ditempuh dengan cara-cara yang tidak terpuji. Inilah yang disebut dengan motivasi negatif.

Lain halnya dengan Raihana. Ia pun berambisi untuk mendapatkan jenjang karir yang lebih tinggi di departemen tempatnya bekerja. Untuk memenuhi ambisinya, ia rajin memperkaya diri dengan banyak belajar ilmu manajerial dan bekerja dengan keras. Semua usaha Raihana tidak sia-sia. Saat ada peluang promosi, namanyalah yang pertama kali diusulkan oleh atasannya ke manajemen. Motivasi Raihana dalam mencapai cita-citanya adalah motivasi yang positif - karena ditempuh dengan cara yang positif sehingga mendapatkan hasil yang positif pula.

Lalu bagaimana caranya memotivasi diri kita agar melakukan hal-hal positif seperti Raihana?

Pertama-tama kita harus mengenali diri kita sendiri - kelemahan dan kekuatan diri kita. Masing-masing dari kita diciptakan oleh Allah SWT dengan segala kelemahan dan kelebihannya. Tinggal pandai-pandainya kita untuk menjadikan kelemahan kita sebagai kekuatan. Coba buatlah daftar apa saja kelemahan dan kelebihan diri kita. Usahakan agar kelebihan diri kita bisa menutupi kelemahan kita. Kita juga harus berusaha untuk sebisa mungkin memperbaiki kelemahan kita. Misalnya salah satu kelemahan kita adalah tidak bisa berbicara di depan umum. Tidak ada salahnya kita ikut kelas atau kursus public speaking untuk melatih diri kita percaya diri berbicara di depan umum.

Setelah mengenali diri kita sendiri, tetapkan sasaran kita. Misalnya saya dan suami, sebagai orang tua, sasaran kami adalah memberikan pendidikan yang terbaik untuk anak-anak kami dan menjadikan mereka anak yang soleh serta patuh pada orang tua. Maka setiap tindakan kami, doa kami, dan usaha kami, selalu kami peruntukkan untuk itu. Kami menabung untuk pendidikan anak kami di masa depan, kami menetapkan aturan-aturan di rumah agar menjadikan anak kami mengerti sopan santun dan patuh pada orang tuanya, dan kami perkenalkan kepada mereka pendidikan agama sejak kecil agar mereka menjadi pribadi yang tawadlu, soleh dan dekat kepada Allah SWT.

Lalu berteman dengan orang-orang yang positif. Pernah suatu kali saya mempunyai teman yang pengeluh. Tidak ada yang benar di dunia ini menurutnya. Dari mulai atasannya lah yang tidak bisa menghargai pekerjaannya, jalan raya yang selalu macet tiap kali ia berangkat kerja, hingga makanan di kantin yang tidak enak. Lama-lama kita yang mendengarkan bisa ikutan-ikutan jadi pengeluh. Sebaiknya, bila anda menemui orang-orang jenis ini, anda menyingkir jauh-jauh. Biasanya mereka membawa virus pengeluh yang bisa menulari kita. Lebih baik kita mencari teman yang selalu berpikir positif. InsyaAllah kita juga akan selalu berpikir positif. Sebagai manusia, ada masanya kita merasa sedih, tidak percaya diri dan lain sebagainya. Disinilah perlunya seorang teman yang baik dan selalu berpikir positif. Mereka akan membantu kita mengembalikan rasa percaya diri kita dan mengajak kita tersenyum sehingga kita bisa bangkit kembali.

Langkah selajutnya adalah temukan sumber inspirasi. Apakah inspirasi itu? Sesuatu yang bisa mengilhami anda untuk melakukan sesuatu. Entah itu mewujudkan cita-cita anda ataupun melakukan kegiatan-kegiatan sosial sebagai bentuk aktualisasi diri. Sumber inspirasi bisa didapatkan dimana saja. Salah-satunya adalah dari buku-buku biographi orang-orang terkenal. Dari situ kita bisa belajar bagaimana mereka berjuang untuk mencapai keberhasilan. Satu hal yang pasti, kesuksesan tidak dapat diraih begitu saja tanpa perjuangan, atau dengan kata lain, tidak ada kesuksesan tanpa kegagalan. Orang yang tidak pernah mengalami kegagalan berarti bukan orang sukses.

Terakhir, kita harus percaya diri. Seorang muslim haruslah percaya diri, apalagi bila setiap langkahnya didasari oleh Al-Quran dan hadits. Tanpa adanya kepercayaan diri kita tidak akan bisa maju. Jangan pernah merasa kalah sebelum bertanding. Yakinkan diri anda bahwa anda bisa melakukan yang terbaik. Bila ternyata dengan usaha terbaik anda tetap gagal juga, bertawakalah. Mungkin belum rezeki anda. Tapi jangan lupa untuk terus berusaha lagi.

Kadang tanpa sadar motivasi kita terbelenggu karena beberapa faktor, yaitu:
Takut gagal.
Takut akan adanya perubahan
Pasif
Terlalu berpuas diri.
Semua faktor-faktor di atas bisa menghalangi diri kita untuk maju. Terutama perasaan takut gagal. Biasanya orang yang merasa takut gagal adalah orang yang tidak mempunyai rasa percaya diri. Akibatnya ia takut untuk mengambil resiko. Padahal untuk mencapai keberhasilan kita harus berani untuk mengambil resiko. Seperti kata Seichiro Honda (pendiri perusahaan otomotif Honda), Sukses 98% terbentuk dari kesalahan dan kegagalan.

Faktor kedua adalah rasa takut akan adanya perubahan. Padahal perubahan terjadi tiap saat. Kita tidak akan maju bila kita tidak mau berubah. Tetapi berubah mengikuti perkembangan jaman bukan berarti kita lalu menjadi tidak mempunyai pendirian. Sebagai seorang muslim, fundamen kita adalah Al Quran dan hadits, dua unsur yang sudah teruji selalu up to date sepanjang masa. Selama kita berpegang pada Al Quran dan hadits, InsyaAllah kita bisa menerima segala perubahan yang ada dengan lapang dada.

Selanjutnya adalah sifat pasif. Biasanya orang-orang yang memiliki sifat pasif adalah orang yang tidak mempunyai motivasi. Hal ini disebabkan oleh banyak hal. Salah satunya adalah kegagalan. Persamaan antara orang pasif dengan orang sukses adalah sama-sama pernah mengalami kegagalan. Bedanya, orang pasif mandek dan putus asa setelah mengalami kegagalan, sedangkan orang sukses langsung bangkit dan menjadikan kegagalan sebagai abtu loncatan menuju keberhasilan.

Terakhir adalah berpuas diri. Orang yang berpuas diri umumnya tidak mempunyai motivasi untuk mengembangkan dirinya karena ia terbelenggu oleh perasaan riyaa'. Ia merasa dirinya sudah maksimal, tidak ada yang perlu dibenahi. Ia pun jalan di tempat sementara orang lain sudah lari mendaki bukit. Betapa sayangnya.

Monday, July 10, 2006

Kopi Tubruk

Sudah lama sekali aku tidak membuat kopi tubruk
Terakhir adalah saat kamu mampir ke rumah
untuk berpamitan dan tak kembali lagi
Lalu kini seorang tamu datang
Suatu sore hujan gerimis
Minta dibuatkan kopi tubruk
dengan takaran gula dan kopi persis seperti kesukaanmu
Tapi kutak-kenali lagi tamu itu
Apakah benar kamu atau seseorang lain
Yang kebetulan menyukai kopi tubruk
dengan takaran gula dan kopi persis seperti kesukaanmu

Thursday, July 06, 2006

Arisan membawa jodoh...

Besok adalah hari ulang tahun pernikahan kami yang ke enam. Tadi pagi di mobil dalam perjalanan ke kantor saya sudah mengingatkan ke suami agar dia tidak lupa. Suami senyum-senyum. Lalu saya tanya, sudah mulai bosan sama istrinya nggak? Hehehe, senyumnya melebar menjadi tawa. Tidak ada jawaban, tapi saya tahu maknanya.

Looking back, pertama kali berkenalan dengan suami dulu, saya sama sekali tidak menyangka kalau dialah ternyata yang akan menjadi jodoh saya. Kebetulan kami satu kantor. Saya yang berstatus sekretaris baru di departemen Customised dan masih single langsung dijodoh-jodohkan oleh teman-teman sesama sekretaris dengan 'cowok ganteng' di departemen Retail Audit bernama Yus yang juga single. Padahal saat itu saya sudah punya pacar tetap. Demikian juga dengan dia. Kami sengaja diikutsertakan menjadi panitia buka puasa di kantor. Dia ketuanya dan saya sekretarisnya. Aduh basi banget deh. Waktu kami berkenalan juga biasa aja. Nggak ada 'greng' sama sekali (walau saya akui si dia memang lumayan ganteng, hehehe...).

Begitulah, waktu pun berlalu. Tanpa terasa lima tahun sudah. Saya sempat beberapa kali putus sambung dengan cowok saya saat itu, si dia pun saya dengar beberapa kali ganti pacar. Karena lain departemen dan lain lantai walaupun di gedung yang sama, saya dan Yus juaraa..ng sekali ketemu. Kalau kebetulan ketemu di lift-pun kami hanya sekedar hai basa-basi. Yang lucunya, Yus punya teman satu departemen yang (menurut saya saat itu) mirip dengan dia. Namanya Godam. Kadang saya suka kebalik-balik antara Yus dan Godam. Kadang yang saya panggil Yus ternyata Godam. Demikian sebaliknya.

Namun namanya jodoh, tiba-tiba kami dipertemukan kembali gara-gara arisan. Namanya arisan Bogor. Anggotanya adalah teman-teman sekantor yang tinggal di Bogor dan pulang pergi ke kantor naik kereta, termasuk saya dan Yus. Lagi-lagi kami dijodoh-jodohkan karena sama-sama masih single. Yang lainnya sudah berkeluarga semua. Kebetulan kami berdua sama-sama sedang jomblo. Dalam suatu acara arisan yang diadakan di Puncak, malam-malam kami berdua 'dipaksa' oleh teman-teman untuk menjemput seorang teman kami yang ketinggalan di Pasar Rebo. Dalam perjalanan menjemput teman tersebutlah kami berdua ngobrol panjang lebar. Hati saya mulai tergerak, ternyata si dia enak juga diajak ngobrol - selama ini saya mengenal dia sebagai orang yang pendiam. Rupanya dia pun punya perasaan yang sama. Esoknya sepulang dari arisan, dia khusus mengantar saya pulang ke rumah. Cerita pun berlanjut hingga akhirnya ia melamar saya enam bulan setelah acara arisan di puncak itu.

Dan kini, kami sudah dikaruniai dua jagoan cilik yang menjadi bumbu penyedap kehidupan kami berkeluarga. Kadang kami berdua suka bergurau, kalau tahu begini, kenapa nggak dari pertama kali kenalan dulu ya kami langsung pacaran dan lalu menikah? Jadi kami tidak menyia-nyiakan waktu lima tahun untuk pacaran dengan yang lain. Tapi itulah, jodoh dan maut memang di tangan Allah SWT. Kita manusia hanya tinggal menjalankannya saja. Saya yakin tidak ada yang sia-sia. Happy Anniversary to Us!

Friday, June 16, 2006

Pesan Iyem

Jangan pancarkan mata ketakutan itu wahai buyung
manakala bajingan itu mendekat
biar bagaimana pun ia adalah ayahmu

tenang saja duduk di tempatmu wahai buyung
ibu akan melindungimu
biar ia tampar lagi pipi ini
biar ia jenggut lagi rambut ini
asal tangannya tidak sampai melayang padamu

kumpulkan keberanianmu wahai buyung
bila ia mengamuk lagi
tulikan saja telingamu
walaupun susah sungguh
menafikkan gelegar yang memekakan telingamu
pasti kau bisa
lihat, ibu saja mahir melakukannya

jangan tundukkan wajahmu wahai buyung
bila ia mengganas
paling-paling karena kalah judi lagi
padahal uang yang ia rampas dari ibu tadi pagi
adalah sisa uang kita bulan ini untuk beli beras
entah besok kita makan apa
mungkin ketela lagi yang kita tanam di belakang rumah

jangan gemetar wahai buyung
walau bau tuak keras tercium dari mulutnya
paling-paling setelah ia puas memukuli ibu
ia akan tertidur kelelahan bagai bayi
saat itulah kau harus antar ibu ke bidan ujung kampung
bilang saja ibu jatuh dekat sumur
bilang saja...
bilang saja...

Beban

Satu beban telah kulepas
kuikhlaskan suratan yang diberikan olehNya
Sang Khalik yang lebih mengetahui
daripada hambaNya

Astaghfirullah,
hamba percaya setiap cobaan membawa hikmah
AllahuAkbar
hamba yakin semua dariNya adalah yang terbaik

Dibalik kesulitan ada kemudahan
Dibalik keburukan ada keindahan
Dibalik airmata ada tawa

Satu beban telah kulepas
semoga beban lainnya segera terangkat
InsyaAllah...

Wednesday, June 14, 2006

Be honest and frank anyway...

If you are honest and frank, people may cheat you. Be honest and frank anyway...

Jaman sekarang untuk jadi orang yang jujur bukan perkara yang mudah. Bisa-bisa kita malah dianggap aneh. Lebih parahnya lagi, sejujur apapun kita dalam mengerjakan sesuatu, apalagi sebuah proyek, orang sudah menilai atau mencap kita tidak jujur. Karena apa? Karena memang demikianlah yang menjadi mode saat ini.

Contohnya, saat ini kebetulan saya memegang proyek yang kata orang proyek 'basah'. Sejak awal memegang proyek tersebut saya sudah bertekat no matter what saya akan berlaku sejujur-jujurnya sesuai dengan prinsip yang selama ini saya anut. Anehnya sewaktu saya kekeuh menjalankan prinsip tersebut, saya malah diketawain orang. Dianggap sok suci lah. Dianggap naif lah, dsb. Ini benar terjadi lho.

Belum lagi perkara uang tips atau hadiah atau buah tangan atau whatever lah sebutannya. Ada yang berpendapat, selama kita tidak meminta melainkan diberikan secara sukarela oleh supplier atau siapapun rekan bisnis kita, sah-sah saja kita menerimanya. Anggap saja hadiah. Apa memang demikian?

Tapi saya kok tidak bisa ya? Bagi saya, sekali kita menerima pemberian dari mereka, pasti sedikit banyak ada rasa hutang budi dalam hati kita. Yah, walaupun statusnya sukarela, tapi niat sipemberi kan jelas. Pasti ada pamrihnya. Entah itu supaya kontraknya diperpanjang, atau produknya dipakai terus dsb. Ya kan? Iyalah.

Seorang kenalan saya pernah mengatakan sambil becanda; daripada sudah berusaha jujur tapi dicap tidak jujur juga, ya mendingan sekalian saja tidak jujur. Hehehe, itu mah memang niatnya. Padahal, meminjam tausiyah dari Aa Gym, uang yang tidak barokah tidak akan dapat memberi ketenangan, walau sebanyak apapun akan tetap kekurangan dan akan membuat kita hina. Jadi marilah kita bersama-sama berdoa agar dilindungi selalu oleh Allah SWT dari rezeki yang tidak halal. Amin.

Thursday, May 04, 2006

Suffocatingly Romantic

Entah kenapa
Tiba-tiba aku menemukan diriku
telah duduk di kafe tua itu
dengan secangkir rum raisin chocolate ice cream
persis seperti saat kita pertama nge-date dulu

Kafe tersebut masih mempertahankan interior lamanya
wallpaper merah jambu berhias sulur mawar
dan kap lampu warna maroon
yang dulu pernah kau bilang suffocatingly romantic
Yucky!

Tapi kau selalu mengajakku untuk kembali
ke kafe tua ini
Kembali dan kembali lagi
bahkan di saat kau sudah pergi

Seperti saat ini...

Bangkit dari Kegagalan

Emy adalah seorang event organizer yang handal. Tidak pernah sekalipun acara yang ia tangani gagal. Namanya sudah terkenal, baik dari kalangan selebritis maupun politisi. Suatu ketika, ia mendapat job dari sebuah partai politik besar untuk mengadakan bazaar murah di udara terbuka bagi orang-orang tak mampu. Dengan penuh kesungguhan, segala persiapan ia jalankan dengan matang. Tidak satupun luput dari pengawasannya; mulai dari booking tempat, sewa tenda, sewa perlengkapan, hingga pemasangan iklan. Dan tibalah hari yang dinanti, semua petinggi partai dan peserta bazaar sejak pagi telah siap di pos masing-masing. Gong pembukaan bazaar sebentar lagi dipukul. Tiba-tiba tanpa diduga turun hujan deras yang mengakibatkan banjir. Gagallah acara bazaar yang disiapkan oleh Emy.
Tapi Emy ternyata bukan orang yang pantang menyerah. Ia segera mendekati salah seorang petinggi partai yang terlihat gusar. Ia sampaikan rencana alternatif ke dua. Bisik punya bisik, petinggi tersebut menerima dengan baik ide dari Emy. Semua produk bazaar diborong dan disumbangkan untuk penduduk sekitar yang terkena banjir. Acara bazaar pun menjelma menjadi acara pemberian sumbangan kepada korban banjir.
Ilustrasi di atas adalah contoh kasar dari betapa perencanaan yang matang pun bisa gagal karena satu dan lain hal yang mungkin terjadi diluar dugaan. Padahal tidak ada seorang pun yang ingin gagal. Tidak terkecuali Emy. Sehingga tidak heran bila kadang kegagalan menjadi momok yang sangat menakutkan. Namun sebagai manusia biasa, kita tidak luput dari alpa ataupun kelemahan. Maka, sekali atau dua kali kita pasti mengalami apa yang disebut kegagalan. Yang terpenting adalah bagaimana kita menyikapi kegagalan tersebut.
Kegagalan bukanlah suatu kegagalan bila kita mau memperbaikinya – begitu kata orang bijak. Kegagalan acara bazaar yang dialami oleh Emy bisa kita sebut sebagai sebuah ketidak beruntungan. Namun Emy dengan jenius bisa merubah kegagalan tersebut menjadi kesuksesan.
Siapa yang tak kenal dengan ilmuwan besar Thomas Alpha Edison? Ia adalah penemu bola lampu. Tapi tahukah anda, sebelum ia sukses menciptakan bola lampu, ia harus melalui 999 kali percobaan yang kesemuanya gagal? Baru pada percobaannya yang ke 1000 ia berhasil. Bisa anda bayangkan bila Pak Edison ini bukan orang yang ulet, yang bila gagal ia tidak mau memperbaikinya untuk mendapatkan hasil yang terbaik, mungkin kita hingga kini tidak bisa menikmati terangnya lampu di malam hari.
Kegagalan adalah batu loncatan menuju kesuksesan.
Siapa yang suka brownies? Brownies awalnya adalah merupakan produk gagal dari cake chocolate. Alkisah seorang ibu muda bermaksud membuat cake chocolate untuk keluarga tercinta. Namun ternyata adonan cake chocolate yang dipanggangnya tidak ‘naik’ atau tidak mengembang. Dibuang sayang, cake chocolate bantet tersebut dicicipinya. Tak dinyana rasanya enak, maka jadilah brownies.
Renungan: Banyak orang bijak menjadikan kegagalan sebagai motivasi untuk mencapai kesuksesan. Saat mendapatkan kegagalan, mereka tidak hanya berpangku tangan menyesali diri namun bangkit untuk berusaha memperbaiki kegagalan tersebut hingga mencapai hasil yang diinginkan. Bagaimana dengan kita?

Friday, February 24, 2006

Zikir, Fikir & Ikhtiar

Kadang suatu keadaan memaksa kita untuk melakukan suatu hal yang selama ini kita anggap tidak dapat kita lakukan. Saya pernah melihat berita di TV dimana seorang Ibu mampu mengangkat sebuah mobil sedan seorang diri untuk menyelamatkan putranya yang terjepit di bawah mobil tersebut. Setelah melakukan atraksi luarbiasa tersebut, si ibu yang kemudian diwawancara juga tak habis pikir bagaimana bisa ia melakukannya. Dalam keadaan terjepit, Allah memberikannya kekuatan untuk menolong anaknya. Subhanallah.

Namun ilustrasi di atas mungkin terlalu ekstrem untuk memulai cerita saya. Sebenarnya saya hanya ingin mengantar anda kepada suatu kesimpulan bahwa dalam keadaan kepepet, manusia bisa melakukan apa saja - bahkan mengangkat sebuah mobil sedan seorang diri seperti fragmen di atas tadi. Oke, saya mulai saja ya:

Sejak dulu saya memang mempunyai cita-cita untuk berwira-usaha. Saya ingin mempunyai sebuah toko baju muslim yang dilengkapi dengan taman bermain, toko buku, kafe, salon dan butik. (Istilah kerennya 'one-stop shoping for mom and kids. Jadi di toko saya itu Ibu-ibu bisa asik memilih-milih baju di butik atau creambath di salon, sementara anak-anaknya dititipkan di taman bermain ataupun di toko buku. What a dream !).

Tapi cita-cita tersebut rasanya sangat jauh di awang-awang. Banyak kendala yang harus saya lalui untuk mewujudkannya. Pertama, keterbatasan modal (klise ya). Lalu kedua, belum ada keberanian (klise lagi, ihik). Dan yang ketiga (semoga yang terakhir) belum ada kesempatan. Kebetulan saya seorang Ibu pekerja yang sehari-hari waktunya habis di kantor dan mengurus rumah tangga. Mana sempat...

Cita-cita saya tersebut terus menghiasi diary saya di tiap awal tahun sebagai salah satu resolusi yang harus saya wujudkan di tahun tersebut. Seperti biasa, ketika tiba di akhir tahun saya mendapati ternyata resolusi yang satu ini, lagi-lagi masih belum bisa terlaksana.

Tapi tidak untuk tahun ini. Saya sadar untuk memulai sesuatu, kita tidak harus melakukannya dari yang besar. Dari yang kecil-kecil dulu, InsyaAllah, bisa menjadi besar. Alhamdulillah, sejak pertengahan Januari lalu saya sudah memulai bisnis baju muslim wanita secara kecil-kecilan. Kebetulan eks penjahit Ibu saya (dulu Ibu saya mempunyai konveksi baju-baju seragam) mau membantu. Dengan modal ala kadarnya, dan dukungan dari suami dan keluarga besar, saya mulai berproduksi. Hingga kini memasuki satu bulan, dagangan saya sudah mulai banyak yang laku dan beberapa kios di ITC seputar Jakarta bersedia saya titipi. Sebuah prestasi awal yang membuat saya bersemangat. Nggak papa toh titip-titip dulu, InsyaAllah, suatu hari bisa punya toko sendiri seperti yang saya impi-impikan selama ini.

Kenapa tidak dari dulu-dulu ya? Ternyata toh kalau sudah dijalani, ada saja waktunya, ada saja jalannya untuk mewujudkan suatu cita-cita. Setelah dipikir-pikir, sebenarnya sih faktor yang utama adalah keberanian untuk memulai. Ya, selama ini ternyata saya tidak berani untuk mulai mewujudkan cita-cita saya! Semua itu didasari oleh rasa takut gagal dan merasa tidak mempunyai jiwa wirausaha.

Lalu apa yang membuat saya berhasil mengalahkan semua ketakutan saya itu? Tak lain dan tak bukan karena kepepet. Kepepet ingin mempunyai penghasilan tambahan di tengah menjulangnya kenaikan harga-harga barang kebutuhan pokok. Tiba-tiba saya harus berpikir keras untuk memutar uang gaji saya dan suami untuk biaya hidup sehari-hari. Saya berusaha menggali bakat-bakat terpendam saya. Salah satunya adalah mendesain baju dan sedikit keahlian menyulam. Lalu sebuah ide muncul di kepala. Bagaimana kalau memproduksi baju muslim dengan harga terjangkau tapi dengan mutu yang tak kalah dengan yang di butik? Why not? Apalagi sekarang baju muslim dengan sulaman tangan sedang in dan harganya bisa mencapai tus-tusan ribu. (Tapi jangan khawatir, baju muslim produksi saya bisa dijangkau dengan harga di bawah tus-tusan kok. Kualitasnya? InsyaAllah tidak kalah deh. Hehehe, sekalian promosi :-)

Sayapun lalu menyuarakan niat saya pada suami. Alhamdulillah beliau mendukung. Kami pun mengorek tabungan. Menghitung-hitung dan membuat feasibility study (ceile!). Saya lalu menghubungi Ibu saya, minta nomor telepon eks penjahitnya. Gayung ternyata bersambut. Sang penjahit rupanya juga sedang butuh kerjaan. Ibu saya pun bersedia ikut membantu menyulam. Maka, mulailah kami berproduksi.

Sekarang saya boleh berbangga karena saya sudah berhasil mewujudkan cita-cita saya. Memang sih, ini semua masih merupakan langkah awal. Jalan ke depan masih panjang dan berliku. Tapi semua itu, InsyaAllah, akan saya coba jalani dengan niat dan tekat kuat. Seperti kata Aa Gym: Zikir, Fikir dan Ikhtiar. Amin.

Tuesday, February 07, 2006

My life is fulfilled!

Dua minggu terakhir ini merupakan pengalaman yang luar biasa untuk saya. Pembantu saya terpaksa saya pulangkan karena sakit cacar air, sementara pembantu saya lainnya sudah pulang lebih dahulu sebulan sebelumnya untuk menikah di kampung. Otomatis, saya sama sekali tidak mempunyai pembantu di rumah. Padahal saya seorang ibu yang bekerja dengan dua orang anak yang masih kecil-kecil (yang sulung berumur lima tahun dan yang bungsu belum genap 4 bulan). Bisa kebayang kan betapa repotnya. Cuti? Oho, baru saja selesai cuti melahirkan tempo hari masak mau cuti lagi?

Dalam keadaan force majeur seperti ini, siapa lagi kalau bukan Ibu saya yang menjadi tempat tumpuan harapan. Setiap hari saya titipkan kedua anak saya kepada Ibu saya yang hanya mempunyai seorang pembantu. (Ihik, sebenarnya tidak tega juga merepotkan Mamah, tapi bagaimana lagi?). Setiap pagi saya, suami dan anak-anak seperti bedol desa keluar dari rumah sebelum matahari di ufuk timur benar-benar tersenyum. Pertama menuju rumah Ibu saya untuk menitipkan si adik bayi, setelah itu mengantar si sulung ke sekolah yang jaraknya lumayan cukup jauh dari rumah Ibu saya (Untunglah kami sudah mempunyai seorang tukang ojek langganan yang bisa mengantar anak saya ke rumah eyangnya saat pulang sekolah). Baru terakhir kami berangkat bekerja. Malamnya sepulang kerja kami mampir lagi ke rumah Ibu saya untuk menjemput anak-anak kembali.

Capek? Tentu saja. Apalagi kalau siangnya di kantor pekerjaan sedang banyak banget. Malah kadang saking capeknya, keluar deh betenya saya yang sering bikin suami jadi ikut-ikut jengkel. Kalau nggak kuat-kuat menahan diri, pasti akhirannya bisa jadi bertengkar mulut. Tapi di tengah kekacauan ini, saya diam-diam mengucap syukur kepada Allah. Saya mempunyai keluarga besar yang sangat mendukung. Tanpa mereka, terutama Ibu saya, saya pasti sudah KO di tengah jalan. Saya juga berterima kasih kepada suami yang mau ikutan repot, yang mau bahu-membahu mengurusi pekerjaan rumah tangga termasuk menidurkan si bayi sewaktu saya repot cuci piring tadi malam. Subhanallah, cobaan yang sedang saya alami ini malah membuat hidup saya terasa fulfilled sehingga tanpa sadar saat saya akrobat menyiapkan sarapan sambil memandikan si sulung pagi tadi saya sempat bersiul-siul kecil dengan hati bahagia. Alhamdulillah.