Wednesday, December 22, 2004

Surat Untuk Rio

Dear Rio,

Sore ini sudah lewat jam pulang kerja. Tapi Ibu masih lekat di meja Ibu mengerjakan laporan yang harus selesai besok. Padahal Ibu tadi sudah janji akan pulang tepat waktu agar Ibu sempat membacakan majalah Bobo yang terbaru untuk Rio. Tapi tampaknya untuk kesekian kalinya Rio harus menunggu lagi. Jangan tidur dulu, ya, nak. Tunggu sampai Ibu pulang.

Tanpa terasa air mata Ibu menetes terbayang wajahmu yang merengek tadi pagi minta Ibu tidak berangkat kerja. Rasanya berat sekali kaki ini melangkah keluar pintu pagar mendengar rengekanmu. Namun seperti biasa, Ibu hanya bisa berjanji bahwa akhir minggu ini kita jalan-jalan dan menghabiskan waktu bersama-sama. Lalu Rio bertanya, kenapa Ibu harus kerja. Ibu berusaha tersenyum dan menjawab bahwa Ibu memang harus bekerja agar bisa membelikan baju baru dan susu untuk kamu. Lalu Rio menjawab bahwa Rio tidak membutuhkan baju baru, bahwa Rio janji tidak minum susu lagi asal Ibu tidak kerja. Aduh Rio, andai semua itu sesederhana jalan pikiranmu. Ibu terdiam tak bisa berkata-kata.

Maafkan Ibu dengan janji-janji Ibu, ya, nak. Banyak saat-saat dimana Ibu tidak bisa bersamamu kala kamu membutuhkan Ibu. Sewaktu Rio sakit radang tenggorokan kemarin, Ibu terpaksa tetap masuk kerja walaupun panas badanmu lebih dari 38 derajat. Saat Rio menang lomba di sekolah minggu lalu, Ibu tidak bisa datang untuk ikut bertepuk tangan untukmu. Kadang Ibu berpikir, kalau saja Ibu bisa berada di dua tempat pada saat yang sama.

Sekali lagi maafkan Ibu dengan janji-janji Ibu. Ibu akan berusaha menyelesaikan pekerjaan Ibu secepatnya dan pulang ke rumah segera. Jangan tidur dulu , ya, nak. Tunggu Ibu pulang...

Hari Ibu, 22 Desember 2004

Monday, December 13, 2004

Sakit gigi dan bakso

Setelah belasan tahun tidak pernah sakit gigi, kemarin saya dibuat K.O gara-gara penyakit satu ini. Entah kenapa, tiba-tiba saja seluruh gigi saya terasa ngilu, kalau cuma satu saja yang ngilu, sih, nggak terlalu berat kali ye. Tapi ini borongan, ditambah lagi gara-gara sakit gigi itu, kepala saya ikut pening dan badan menggigil. Pokoknya sengsara deh. Beberapa macam obat pereda rasa nyeri sudah saya coba. Tapi tidak ada yang mempan. Akhirnya, dengan sangat terpaksa, saya minta diantar oleh suami ke dokter gigi - satu-satunya dokter yang paling bisa membuat nyali saya ciut.

Untunglah dokternya baik dan ramah, jauh dari kesan angker. Setelah diperiksa, ternyata semua rasa sakit yang saya derita itu bersumber dari langit-langit mulut saya yang melepuh gara-gara makan bakso kepanasan sehari sebelumnya. Sayapun mendapat resep obat antibiotik dan pereda rasa sakit yang harus saya habiskan dalam waktu lima hari. Kapok makan bakso? Rasanya tidak juga. Habis makanan yang satu ini memang enak sih. Apalagi kalau dimakan sore-sore selagi hujan gerimis. Wuih, seru deh. Sampai-sampai langit-langit mulut melepuh pun tidak terasa, hehehe....

Ngomong-ngomong soal bakso, ternyata menurut hasil survey sebuah lembaga riset terkemuka yang dilakukan di lima kota besar di Indonesia, rata-rata wanita Indonesia, baik muda maupun tua, hobi jajan makanan yang satu ini. Jumlah pria yang menyukai bakso juga banyak, tapi tidak sebanyak wanita. Mereka lebih menyukai nasi padang dibandingkan bakso. Walah-walah... bisa dijadikan bisnis sampingan nih, bagaimana kalau pensiun nanti kita buka warung bakso dan restoran padang saja?

Wednesday, December 08, 2004

Kring kring kring Tukang Pos kejeblos...

Siang itu saat pulang makan siang di satu Rabu yang panas, saya melihat seorang tukang pos - dengan motor khasnya yang diganduli oleh dua buah tas khusus berisi surat - berlalu di dekat saya. Tiba-tiba saya merasa kangen untuk menerima surat. Surat yang benar-benar surat, ditulis tangan dan ada perangko yang sudah dicap di amplopnya. Bukan surat melalui internet ataupun pesan singkat di sms seperti yang umum saya terima selama ini sejak saya mengenal komputer dan mempunyai HP.

Saya jadi teringat dulu waktu masih piyik alias anak-anak, saya mempunyai tiga orang sahabat pena yang alamatnya saya dapat dari sebuah majalah anak-anak. Rasanya spesial sekali tiap kali Pak Pos datang ke rumah kami dan memberikan surat jawaban dari sahabat-sahabat pena tersebut itu kepada saya.

Menjelang remaja, saya juga masih rajin menulis surat, tapi kepada sahabat pena yang lain. Ketiga sahabat pena saya sewaktu saya kecil sudah tidak tahu kemana rimbanya. Kami sudah putus kontak. Sebagai gantinya, saya mempunyai dua orang sahabat pena dari luar negeri. Satu dari Yunani dan yang lainnya dari Spanyol. Tapi bahasa Inggris mereka kacau sekali. Hingga untuk membaca surat mereka saya harus kerja ekstra buka kamus. Toh demikian, pertemanan kami lewat surat berlangsung bertahun-tahun.

Nah, melihat Pak Pos siang itu, saya seperti kembali diingatkan betapa asiknya mengirim dan menerima surat. Saya tidak tahu apakah mempunyai sahabat pena masih menjadi hobi yang ngetrend untuk anak-anak sekarang. Yang jelas, saya akan mengajarkan dan membiasakan anak saya untuk menulis surat sedini mungkin karena banyak sekali manfaatnya. Antara lain, supaya Pak Pos tidak kehilangan pekerjaannya. Bayangkan kalau sudah tidak ada lagi orang yang mau menulis surat melalui pos karena lebih senang menggunakan internet? Mungkin Dirjen Pos dan Telekomunikasi harus ganti nama ya, jadi Dirjen Internet dan Telekomunikasi :-)

Tempat Makan Enak (Jakarta dan sekitarnya)

Saya ini doyan makan. Oleh sebab itu, saya hobi mencari-cari tempat makan yang enak tapi murah. Terus terang saya kurang suka makan di kafe atau restauran-restauran mahal. Selain menguras kantong, cita rasanya juga kurang pas di lidah saya. Kalau anda melihat saya makan di kafe atau restauran mahal, itu berarti saya sedang 'gaul'. Biasanya ketemuan dengan teman-teman saya yang masih single. Kalau janjian ketemuan dengan teman-teman saya yang statusnya sama dengan saya, alias sudah berumah-tangga, biasanya kami makan di restauran cepat saji yang ada menu untuk anak-anak, biasa... masing-masing dari kami pasti sambil bawa 'buntut'ya.
Lain lagi kalau makan dengan suami. Beliau ini senangnya makan di all-you-can-eat restauran. Katanya biar puas makannya. Apalagi kita bisa makan bertiga tapi bayar berdua, maklum anak saya yang masih berusia tiga tahun tidak dihitung, hehehe...
Saya sendiri, seperti kebanyakan perempuan lainnya, senang sekali makan mie bakso atawa mie ayam. Ada beberapa tempat yang sudah menjadi langganan tetap saya. Sampai-sampai kalau saya makan di sana, sering dikasih diskon-diskon khusus. Seperti minggu lalu waktu saya makan di Bakmi Paris yang lokasinya di seberang Giant Cimanggis, saking sudah hapalnya si empunya warung dengan wajah saya, saya dikasih diskon kerupuk gratis. Lumayan, karena saya bukan cuma makan satu kerupuk, tapi tiga sekaligus.
Dulu, sebelum bakmi Japos seterkenal sekarang, saya sudah menjadi pelanggan tetap cikal bakal bakmi Japos yang berlokasi di Villa Japos. Kebetulan Tante saya rumahnya di dekat warung bakmi ini. Saat itu penjualnya masih menggunakan geledekan/ alias dorongan. Tapi memang mie baksonya sudah banyak penggemarnya.
Mau ikutan mencicipi warung-warung makan yang murah meriah seperti saya? Ini saya kasih bocoran beberapa tempat yang sudah teruji nikmatnya, terutama di daerah Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan sekitarnya:
Bakmi Sari Roso seberang Indo Maret Kalisari, Jakarta Timur
Fried Chicken UL-UL , mpek-mpek, mie bakso sebelah Indo Maret Kalisari, Jakarta Timur
Bakmi Paris seberang Giant Cimanggis, Jakarta Timur
Mie ayam seberang Cijantung Mall, Jakarta Timur
Bakmi Boy Pasar Mayestik, Jakarta Selatan
Sate Ayam, Gado-gado, mie bakso dll samping Toko Sepatu Bata, Mayestik, Jakarta Selatan
Sate Ayam depan RS Pertamina, Jakarta Selatan
Bubur Ayam, Sate Ayam, Siomay dll. Pondok Indah Plaza I, dekat Kezia Factory Outlet, Jakarta Selatan
Sate Ayam, Soto Ayam Apjay depan Apotik Jaya, Jakarta Selatan
Warung Jawa Timur Sekartaji seberang Sekolah YPK Wijaya, Jl. Wijaya Jakarta Selatan
Nasi uduk Joko Putra, Petogogan, Jakarta Selatan
Gudeg depan Pondok Pinang Centre, Jl. Ciputat Raya, Jakarta Selatan
Soto betawi, Jl Ciputat Raya, Jakarta Selatan
Abuba Steak, Cipete, Jakarta Selatan
Kemang Steak, Jakarta Selatan
Bakso Atom, Jl. Cirendeu Raya, Pamulang
Martabak depan Bali View, Jl. Cirendeu Raya, Pamulang
Soto mie Pujasari - UT, Jl. Cirendeu Raya, Pamulang
Soto mie seberang RS Bakti Husada, Gaplek, Pamulang
Bakmi, sate, es podeng, dll. Blok S, seberang ex RS Kebayoran, Jakarta Selatan
Bakmi Bangka Karbela, Karet Belakang, Jakarta Selatan
Gado-gado pinggir got Karbela, Jakarta Selatan
Soto mie bakso Karbela, Karet Belakang, Jakarta Selatan
Siomay, rujak, bakso dll Taraso, Benhil, Jakarta Selatan
Restoran Padang Salero, Karbela, Jakarta Selatan
Restauran Padang Surya, Benhil, Jakarta Selatan
Mie ayam Berkat, Margonda, Depok
Ayam Goreng Christina, Margonda, Depok
Siomay dan bubur ayam Robot, dekat komplek Kopasus, Cempaka Putih, Jakarta Utara
Seafood, mie goreng dll. Botak, dekat komplek Kopasus, Cempaka Putih, Jakarta Selatan
Segitu dulu ya, sebenarnya sih masih banyak lagi. Cuma pesan saya, jangan sekali-kali makan soto mie di tempat pemberhentian toll Sentul. Udah nggak enak, mahaaal lagi!

Monday, December 06, 2004

It's all about Suami...

Seperti biasa siang itu klub makan siang kami di kantor - yang terdiri dari beberapa orang Ibu-ibu muda plus satu orang gadis belum menikah - terlibat obrolan seru. Apalagi kalau bukan membicarakan mengenai selebritis. Si ini mau cerai, si itu rujuk lagi, si anu ganti pacar, dsb.
Ngobrol sana-ngobrol sini sambil asyik melahap makan siang, akhirnya tibalah kami pada topik yang lebih seru; Suami. Wah, ini, sih, bisa dibilang endless topic deh. Masing-masing (kecuali Ambar yang baru mau menikah bulan depan) langsung berebut membicarakan kelemahan suami mereka - nggak ketinggalan saya tentu saja. Walaupun boleh dibilang usia pernikahan saya yang paling muda dibandingkan teman-teman saya itu , tapi saya sudah mempunyai daftar panjang keluhan yang tak kalah dari mereka. Eh, kok, ternyata semua keluhan saya tersebut basi semua, alias bukan barang baru bagi teman-teman saya yang rata-rata telah menikah di atas 10 tahun. Malah persis sama.
Kalau boleh digeneralisasi, beberapa diantaranya adalah:
Malas. Huh, kenapa ya semua suami itu pemalas semua? Istri harus marah-marah dulu sebelum mereka mau bergerak. Kalau sudah pulang ke rumah, sering tidak mau tahu urusan pekerjaan rumah tangga. Kalau lagi punya pembantu, sih, nggak masalah. Tapi kalau pembantu lagi mudik seperti lebaran kemarin, kan, istri yang berabe. "Emang semua salah gue", kata seorang teman menyesali diri, "awalnya gue nggak sabaran kalau nyuruh suami gue ngerjain ini-itu. Abis disuruhnya kapan, baru dikerjainnya tahun depan. Akhirnya gue kerjain sendiri, deh, semuanya, dari betulin genteng sampai setrikaan. Akibatnya suami gue makin males dan ketergantungan sama gue..."
Nggak matching. Nah, urusan pakai baju nggak matching ini sering bikin perang dunia di rumah. Apa semua suami buta warna ya? Sudah bagus pakai kemeja warna coklat, celana panjang juga coklat, tapi kok sabuknya hitam ya? Belum lagi kalau sedang keluar 'mood' nya, bisa-bisa kemeja batik warna biru dibilang matching dengan celana panjang abu-abu. Kalau dibilangin, ada aja alasannya. Ih, geregetan deh. Padahal kita mau pergi ke acara yang agak formal. Ingin, dong, sekali-kali kelihatan keren berdua. Yang ada akhirnya kita berantem berdua ...
Cuek. Pernah nggak merasa marah-marah sama tembok? Begitulah suami saya kalau saya lagi ngomel. Dia diam saja sambil terus baca koran seolah saya bicara pada tembok. Bisa saja ia lalu menutup koran yang sedang dibaca untuk... keluar duduk-duduk di teras. Tentu saja saya tidak berani menyusul untuk melanjutkan omelan saya, takut nanti tetangga pada dengar...
Tidak romantis. Jangan harap, deh, suami akan berlaku romantis setelah kita menikah. Ingat tanggal ulang tahun kita saja sudah luar biasa. Teman saya pernah mengeluhkan hal ini kepada Ibunya di awal-awal pernikahannya. Apa jawab Ibunya? Ah, kamu kebanyakan baca novel! Hehehe...
Setelah puas berunek-unek, akhirnya kita semua terdiam kehabisan napas. Saling lihat-lihatan, dan cekikikan bareng. Bagaimana ya, kalau suami-suami kita ikut mendengarkan? Apa pembelaan mereka?