Wednesday, December 22, 2004

Surat Untuk Rio

Dear Rio,

Sore ini sudah lewat jam pulang kerja. Tapi Ibu masih lekat di meja Ibu mengerjakan laporan yang harus selesai besok. Padahal Ibu tadi sudah janji akan pulang tepat waktu agar Ibu sempat membacakan majalah Bobo yang terbaru untuk Rio. Tapi tampaknya untuk kesekian kalinya Rio harus menunggu lagi. Jangan tidur dulu, ya, nak. Tunggu sampai Ibu pulang.

Tanpa terasa air mata Ibu menetes terbayang wajahmu yang merengek tadi pagi minta Ibu tidak berangkat kerja. Rasanya berat sekali kaki ini melangkah keluar pintu pagar mendengar rengekanmu. Namun seperti biasa, Ibu hanya bisa berjanji bahwa akhir minggu ini kita jalan-jalan dan menghabiskan waktu bersama-sama. Lalu Rio bertanya, kenapa Ibu harus kerja. Ibu berusaha tersenyum dan menjawab bahwa Ibu memang harus bekerja agar bisa membelikan baju baru dan susu untuk kamu. Lalu Rio menjawab bahwa Rio tidak membutuhkan baju baru, bahwa Rio janji tidak minum susu lagi asal Ibu tidak kerja. Aduh Rio, andai semua itu sesederhana jalan pikiranmu. Ibu terdiam tak bisa berkata-kata.

Maafkan Ibu dengan janji-janji Ibu, ya, nak. Banyak saat-saat dimana Ibu tidak bisa bersamamu kala kamu membutuhkan Ibu. Sewaktu Rio sakit radang tenggorokan kemarin, Ibu terpaksa tetap masuk kerja walaupun panas badanmu lebih dari 38 derajat. Saat Rio menang lomba di sekolah minggu lalu, Ibu tidak bisa datang untuk ikut bertepuk tangan untukmu. Kadang Ibu berpikir, kalau saja Ibu bisa berada di dua tempat pada saat yang sama.

Sekali lagi maafkan Ibu dengan janji-janji Ibu. Ibu akan berusaha menyelesaikan pekerjaan Ibu secepatnya dan pulang ke rumah segera. Jangan tidur dulu , ya, nak. Tunggu Ibu pulang...

Hari Ibu, 22 Desember 2004

Monday, December 13, 2004

Sakit gigi dan bakso

Setelah belasan tahun tidak pernah sakit gigi, kemarin saya dibuat K.O gara-gara penyakit satu ini. Entah kenapa, tiba-tiba saja seluruh gigi saya terasa ngilu, kalau cuma satu saja yang ngilu, sih, nggak terlalu berat kali ye. Tapi ini borongan, ditambah lagi gara-gara sakit gigi itu, kepala saya ikut pening dan badan menggigil. Pokoknya sengsara deh. Beberapa macam obat pereda rasa nyeri sudah saya coba. Tapi tidak ada yang mempan. Akhirnya, dengan sangat terpaksa, saya minta diantar oleh suami ke dokter gigi - satu-satunya dokter yang paling bisa membuat nyali saya ciut.

Untunglah dokternya baik dan ramah, jauh dari kesan angker. Setelah diperiksa, ternyata semua rasa sakit yang saya derita itu bersumber dari langit-langit mulut saya yang melepuh gara-gara makan bakso kepanasan sehari sebelumnya. Sayapun mendapat resep obat antibiotik dan pereda rasa sakit yang harus saya habiskan dalam waktu lima hari. Kapok makan bakso? Rasanya tidak juga. Habis makanan yang satu ini memang enak sih. Apalagi kalau dimakan sore-sore selagi hujan gerimis. Wuih, seru deh. Sampai-sampai langit-langit mulut melepuh pun tidak terasa, hehehe....

Ngomong-ngomong soal bakso, ternyata menurut hasil survey sebuah lembaga riset terkemuka yang dilakukan di lima kota besar di Indonesia, rata-rata wanita Indonesia, baik muda maupun tua, hobi jajan makanan yang satu ini. Jumlah pria yang menyukai bakso juga banyak, tapi tidak sebanyak wanita. Mereka lebih menyukai nasi padang dibandingkan bakso. Walah-walah... bisa dijadikan bisnis sampingan nih, bagaimana kalau pensiun nanti kita buka warung bakso dan restoran padang saja?

Wednesday, December 08, 2004

Kring kring kring Tukang Pos kejeblos...

Siang itu saat pulang makan siang di satu Rabu yang panas, saya melihat seorang tukang pos - dengan motor khasnya yang diganduli oleh dua buah tas khusus berisi surat - berlalu di dekat saya. Tiba-tiba saya merasa kangen untuk menerima surat. Surat yang benar-benar surat, ditulis tangan dan ada perangko yang sudah dicap di amplopnya. Bukan surat melalui internet ataupun pesan singkat di sms seperti yang umum saya terima selama ini sejak saya mengenal komputer dan mempunyai HP.

Saya jadi teringat dulu waktu masih piyik alias anak-anak, saya mempunyai tiga orang sahabat pena yang alamatnya saya dapat dari sebuah majalah anak-anak. Rasanya spesial sekali tiap kali Pak Pos datang ke rumah kami dan memberikan surat jawaban dari sahabat-sahabat pena tersebut itu kepada saya.

Menjelang remaja, saya juga masih rajin menulis surat, tapi kepada sahabat pena yang lain. Ketiga sahabat pena saya sewaktu saya kecil sudah tidak tahu kemana rimbanya. Kami sudah putus kontak. Sebagai gantinya, saya mempunyai dua orang sahabat pena dari luar negeri. Satu dari Yunani dan yang lainnya dari Spanyol. Tapi bahasa Inggris mereka kacau sekali. Hingga untuk membaca surat mereka saya harus kerja ekstra buka kamus. Toh demikian, pertemanan kami lewat surat berlangsung bertahun-tahun.

Nah, melihat Pak Pos siang itu, saya seperti kembali diingatkan betapa asiknya mengirim dan menerima surat. Saya tidak tahu apakah mempunyai sahabat pena masih menjadi hobi yang ngetrend untuk anak-anak sekarang. Yang jelas, saya akan mengajarkan dan membiasakan anak saya untuk menulis surat sedini mungkin karena banyak sekali manfaatnya. Antara lain, supaya Pak Pos tidak kehilangan pekerjaannya. Bayangkan kalau sudah tidak ada lagi orang yang mau menulis surat melalui pos karena lebih senang menggunakan internet? Mungkin Dirjen Pos dan Telekomunikasi harus ganti nama ya, jadi Dirjen Internet dan Telekomunikasi :-)

Tempat Makan Enak (Jakarta dan sekitarnya)

Saya ini doyan makan. Oleh sebab itu, saya hobi mencari-cari tempat makan yang enak tapi murah. Terus terang saya kurang suka makan di kafe atau restauran-restauran mahal. Selain menguras kantong, cita rasanya juga kurang pas di lidah saya. Kalau anda melihat saya makan di kafe atau restauran mahal, itu berarti saya sedang 'gaul'. Biasanya ketemuan dengan teman-teman saya yang masih single. Kalau janjian ketemuan dengan teman-teman saya yang statusnya sama dengan saya, alias sudah berumah-tangga, biasanya kami makan di restauran cepat saji yang ada menu untuk anak-anak, biasa... masing-masing dari kami pasti sambil bawa 'buntut'ya.
Lain lagi kalau makan dengan suami. Beliau ini senangnya makan di all-you-can-eat restauran. Katanya biar puas makannya. Apalagi kita bisa makan bertiga tapi bayar berdua, maklum anak saya yang masih berusia tiga tahun tidak dihitung, hehehe...
Saya sendiri, seperti kebanyakan perempuan lainnya, senang sekali makan mie bakso atawa mie ayam. Ada beberapa tempat yang sudah menjadi langganan tetap saya. Sampai-sampai kalau saya makan di sana, sering dikasih diskon-diskon khusus. Seperti minggu lalu waktu saya makan di Bakmi Paris yang lokasinya di seberang Giant Cimanggis, saking sudah hapalnya si empunya warung dengan wajah saya, saya dikasih diskon kerupuk gratis. Lumayan, karena saya bukan cuma makan satu kerupuk, tapi tiga sekaligus.
Dulu, sebelum bakmi Japos seterkenal sekarang, saya sudah menjadi pelanggan tetap cikal bakal bakmi Japos yang berlokasi di Villa Japos. Kebetulan Tante saya rumahnya di dekat warung bakmi ini. Saat itu penjualnya masih menggunakan geledekan/ alias dorongan. Tapi memang mie baksonya sudah banyak penggemarnya.
Mau ikutan mencicipi warung-warung makan yang murah meriah seperti saya? Ini saya kasih bocoran beberapa tempat yang sudah teruji nikmatnya, terutama di daerah Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan sekitarnya:
Bakmi Sari Roso seberang Indo Maret Kalisari, Jakarta Timur
Fried Chicken UL-UL , mpek-mpek, mie bakso sebelah Indo Maret Kalisari, Jakarta Timur
Bakmi Paris seberang Giant Cimanggis, Jakarta Timur
Mie ayam seberang Cijantung Mall, Jakarta Timur
Bakmi Boy Pasar Mayestik, Jakarta Selatan
Sate Ayam, Gado-gado, mie bakso dll samping Toko Sepatu Bata, Mayestik, Jakarta Selatan
Sate Ayam depan RS Pertamina, Jakarta Selatan
Bubur Ayam, Sate Ayam, Siomay dll. Pondok Indah Plaza I, dekat Kezia Factory Outlet, Jakarta Selatan
Sate Ayam, Soto Ayam Apjay depan Apotik Jaya, Jakarta Selatan
Warung Jawa Timur Sekartaji seberang Sekolah YPK Wijaya, Jl. Wijaya Jakarta Selatan
Nasi uduk Joko Putra, Petogogan, Jakarta Selatan
Gudeg depan Pondok Pinang Centre, Jl. Ciputat Raya, Jakarta Selatan
Soto betawi, Jl Ciputat Raya, Jakarta Selatan
Abuba Steak, Cipete, Jakarta Selatan
Kemang Steak, Jakarta Selatan
Bakso Atom, Jl. Cirendeu Raya, Pamulang
Martabak depan Bali View, Jl. Cirendeu Raya, Pamulang
Soto mie Pujasari - UT, Jl. Cirendeu Raya, Pamulang
Soto mie seberang RS Bakti Husada, Gaplek, Pamulang
Bakmi, sate, es podeng, dll. Blok S, seberang ex RS Kebayoran, Jakarta Selatan
Bakmi Bangka Karbela, Karet Belakang, Jakarta Selatan
Gado-gado pinggir got Karbela, Jakarta Selatan
Soto mie bakso Karbela, Karet Belakang, Jakarta Selatan
Siomay, rujak, bakso dll Taraso, Benhil, Jakarta Selatan
Restoran Padang Salero, Karbela, Jakarta Selatan
Restauran Padang Surya, Benhil, Jakarta Selatan
Mie ayam Berkat, Margonda, Depok
Ayam Goreng Christina, Margonda, Depok
Siomay dan bubur ayam Robot, dekat komplek Kopasus, Cempaka Putih, Jakarta Utara
Seafood, mie goreng dll. Botak, dekat komplek Kopasus, Cempaka Putih, Jakarta Selatan
Segitu dulu ya, sebenarnya sih masih banyak lagi. Cuma pesan saya, jangan sekali-kali makan soto mie di tempat pemberhentian toll Sentul. Udah nggak enak, mahaaal lagi!

Monday, December 06, 2004

It's all about Suami...

Seperti biasa siang itu klub makan siang kami di kantor - yang terdiri dari beberapa orang Ibu-ibu muda plus satu orang gadis belum menikah - terlibat obrolan seru. Apalagi kalau bukan membicarakan mengenai selebritis. Si ini mau cerai, si itu rujuk lagi, si anu ganti pacar, dsb.
Ngobrol sana-ngobrol sini sambil asyik melahap makan siang, akhirnya tibalah kami pada topik yang lebih seru; Suami. Wah, ini, sih, bisa dibilang endless topic deh. Masing-masing (kecuali Ambar yang baru mau menikah bulan depan) langsung berebut membicarakan kelemahan suami mereka - nggak ketinggalan saya tentu saja. Walaupun boleh dibilang usia pernikahan saya yang paling muda dibandingkan teman-teman saya itu , tapi saya sudah mempunyai daftar panjang keluhan yang tak kalah dari mereka. Eh, kok, ternyata semua keluhan saya tersebut basi semua, alias bukan barang baru bagi teman-teman saya yang rata-rata telah menikah di atas 10 tahun. Malah persis sama.
Kalau boleh digeneralisasi, beberapa diantaranya adalah:
Malas. Huh, kenapa ya semua suami itu pemalas semua? Istri harus marah-marah dulu sebelum mereka mau bergerak. Kalau sudah pulang ke rumah, sering tidak mau tahu urusan pekerjaan rumah tangga. Kalau lagi punya pembantu, sih, nggak masalah. Tapi kalau pembantu lagi mudik seperti lebaran kemarin, kan, istri yang berabe. "Emang semua salah gue", kata seorang teman menyesali diri, "awalnya gue nggak sabaran kalau nyuruh suami gue ngerjain ini-itu. Abis disuruhnya kapan, baru dikerjainnya tahun depan. Akhirnya gue kerjain sendiri, deh, semuanya, dari betulin genteng sampai setrikaan. Akibatnya suami gue makin males dan ketergantungan sama gue..."
Nggak matching. Nah, urusan pakai baju nggak matching ini sering bikin perang dunia di rumah. Apa semua suami buta warna ya? Sudah bagus pakai kemeja warna coklat, celana panjang juga coklat, tapi kok sabuknya hitam ya? Belum lagi kalau sedang keluar 'mood' nya, bisa-bisa kemeja batik warna biru dibilang matching dengan celana panjang abu-abu. Kalau dibilangin, ada aja alasannya. Ih, geregetan deh. Padahal kita mau pergi ke acara yang agak formal. Ingin, dong, sekali-kali kelihatan keren berdua. Yang ada akhirnya kita berantem berdua ...
Cuek. Pernah nggak merasa marah-marah sama tembok? Begitulah suami saya kalau saya lagi ngomel. Dia diam saja sambil terus baca koran seolah saya bicara pada tembok. Bisa saja ia lalu menutup koran yang sedang dibaca untuk... keluar duduk-duduk di teras. Tentu saja saya tidak berani menyusul untuk melanjutkan omelan saya, takut nanti tetangga pada dengar...
Tidak romantis. Jangan harap, deh, suami akan berlaku romantis setelah kita menikah. Ingat tanggal ulang tahun kita saja sudah luar biasa. Teman saya pernah mengeluhkan hal ini kepada Ibunya di awal-awal pernikahannya. Apa jawab Ibunya? Ah, kamu kebanyakan baca novel! Hehehe...
Setelah puas berunek-unek, akhirnya kita semua terdiam kehabisan napas. Saling lihat-lihatan, dan cekikikan bareng. Bagaimana ya, kalau suami-suami kita ikut mendengarkan? Apa pembelaan mereka?

Tuesday, November 30, 2004

Pembantu..oh, pembantu...

Punya pembantu itu susah-susah gampang. Apalagi pembantu jaman sekarang banyak maunya. Kalau kita tidak pintar-pintar mengatur mereka, mereka akan ngelunjak atau malah tidak betah bekerja pada kita.

Saya baru merasa pusingnya mengurus pembantu sendiri setelah menikah, dulu di rumah ibu saya, saya tahunya beres saja. Ibu selalu punya pembantu dan sepertinya tidak pernah punya masalah dengan mereka. Pembantu Ibu saya rata-rata jujur dan setia (kerja sampai belasan tahun). Tiap mereka pulang kampung untuk lebaran, Ibu tidak pernah merasa khawatir mereka tidak akan kembali bekerja lagi setelah lebaran. Paling-paling hanya molor sedikit dari jadwal yang diminta, misalnya mereka janji akan pulang tiga hari setelah lebaran, ternyata baru balik setelah seminggu kelar lebaran. Tapi itu sih lumrah.

Dihitung-hitung, sejak saya menikah empat setengah tahun yang lalu, sudah empat pembantu yang bekerja pada saya. Satu orang keluar atas kemauannya sendiri (mendapat tawaran bekerja sebagai penjaga toko), dua orang lainnya saya berhentikan secara hormat, dan seorang lagi masih bekerja pada saya hingga saat ini dan InsyaAllah betah dan cocok bekerja pada saya. Jangan salah, saya bukannya jenis majikan yang semena-mena, ya, hingga harus gonta-ganti pembantu. Justru karena saya terlalu membebaskan mereka, dua dari mereka malah ngelunjak.

Pembantu pertama saya mulai bekerja pada saya saat saya melahirkan anak saya. Namanya Ruth (benar, lho, namanya memang keren sekali) Dia telaten dan pintar mengurus bayi. Pokoknya selain oleh Ibu saya, saya juga diajari oleh pembantu saya ini bagaimana cara merawat bayi yang benar. Pernah suatu hari, bayi saya yang baru berusia lima bulan sakit panas tinggi. Saya sudah panik, soalnya saya pernah membaca di salah satu majalah keluarga, kalau bayi panas tinggi dan tidak turun-turun, bisa-bisa virusnya menyerang otak. Si Ruth ini, dengan penuh percaya diri, langsung menelanjangi bayi saya dan mengompres sekujur tubuhnya dengan alkohol sambil dikipas-kipas. Selang berapa menit, Alhamdulillah, suhu tubuh bayi saya kembali normal. Sayangnya saat bayi saya berusia setahun, Ruth ijin untuk berhenti karena ia mendapat tawaran bekerja sebagai penjaga toko. Memang, sih, pendidikannya memungkinkan (lulusan SMEA) dan wajahnya juga tergolong manis. Saya pun tidak ingin menahan dia karena adalah haknya untuk mencari pekerjaan yang lebih baik.

Pembantu saya yang kedua sudah agak berumur. Sebut saja namanya Ceuceu. Ia mempunyai dua orang anak yang sudah remaja. Waktu pertama kali saya menerima ia bekerja pada saya, saya pikir ia pasti lebih tahu soal perawatan anak batita daripada saya, bukankah anak-anaknya sudah besar-besar? Ternyata tidak juga. Ia terlalu sabar pada bayi saya yang sekarang sudah mulai bisa berjalan dan mengoceh. Saking sabarnya, malah boleh dibilang diperbudak oleh momongannya. Akibatnya, ia tidak bis menerapkan disiplin kepada anak saya. Makan anak saya tidak teratur, kalau dia sedang asik main mobil-mobilan, dia pasti tidak bisa diganggu, bahkan untuk acara makan. Dan si Ceuceu ini tidak bisa memaksa. Belum lagi acara menggosok gigi. Namanya batita, ia belum memahami apa manfaat dari menggosok gigi. Karena ia tidak suka rasa pasta gigi, maka ia selalu menolak untuk digosokkan giginya saat mandi. Jadi, belum ada satu setengah tahun usia anak saya, giginya sudah mulai geripis semua.

Satu hal lagi mengenai Ceuceu yang menjengkelkan saya, karena rumahnya tidak begitu jauh dari rumah saya, dia sering ijin pulang. Berhubung saya bekerja, akhirnya Ibu saya yang kena getahnya mengurus anak saya selama ia pulang. Pernah satu kali Ibu saya sedang tidak enak badan, Ceuceu datang sambil membawa anak saya untuk dititipkan kepada Ibu saya (rumah saya juga tidak jauh dari rumah Ibu saya). Ia ijin untuk pulang sebentar karena ada tamu dari kampung. Janjinya, sih, cuma sebentar. Tapi ternyata, tunggu punya tunggu, baru sore Ceuceu kembali. Walhasil ibu saya protes. Sebenarnya beliau, sih, tidak berkeberatan mengurusi cucu, tapi kalau sudah ada pembantu yang mengurus, buat apalagi beliau harus repot dari memandikan hingga memberi makan? Dan hal itu tidak hanya berlangsung sekali, tapi beberapa kali. Mau tidak mau, saya dan suami pun terpaksa mem PHK Ceuceu.

Weleh, weleh... saya pun cari pembantu lagi. Kali ini namanya Kamsini. Kita memanggilnya Bu Kam karena ia juga sudah agak berumur. Yang ini paling parah. Selain tidak mau diatur (merasa sudah berpengalaman menjadi pembantu), suka berbohong, ia juga tidak jujur soal uang. Bila kami minta tolong ke warung untuk membeli sesuatu, uang kembalian tidak pernah kembali kepada kami kalau tidak kami minta. Belum lagi masalah beras dan gula. Saya heran sekali, selama mempunyai pembantu yang satu ini, dalam satu bulan beras atau pun gula yang kami habiskan sekeluarga bisa dua kali lipat dari sebelumnya. Kemana perginya ya?

Nah, setelah kami susah payah mem PHK Bu Kam (karena ia sempat tidak mau dipecat), akhirnya saya mendapatkan pembantu dari Ibu saya. Sebetulnya ia bekerja pada Ibu saya. Tapi karena Ibu saya kasihan melihat saya tidak punya pembantu, Ibu saya pun mentransfer salah satu pembantunya kepada saya. Walaupun pembantu saya yang sekarang ini masih muda (usianya masih belasan), Alhamdulillah, karena telah terlebih dahulu mendapat 'pendidikan' dari Ibu saya, ia tidak neko-neko dan bisa diandalkan. Lagipula saya juga sudah mendapatkan banyak pelajaran dari dua pembantu saya yang terdahulu; jadi saya sudah banyak tahu kiat-kiat mengurus pembantu.

Jadi sebenarnya bagaimana sih cara yang benar dalam mengurus pembantu? Terlalu diberi kebebasan juga salah, terlalu diatur-atur apalagi. Namun, berdasarkan pengalaman dan juga saran dari Ibu saya, di bawah ini beberapa tips yang bisa kita ikuti:

Jangan terlalu memberikan kebebasan karena takut pembantu kita tidak betah bekerja pada kita. Mereka malah bekerja seenak-enaknya mereka. Sebaiknya dari awal sudah kita jelaskan kepada mereke, apa saja tugas mereka dan bila perlu, beri mereka jadwal kapan-kapan saja mereka harus mengerjakan tugas mereka tersebut. Sebagai contoh: setelah menyiapkan sarapan setiap pagi, mereka harus membereskan rumah termasuk menyapu dan mengepel, setelah itu berbelanja ke pasar, dll.

Perlakukan mereka sebagai mitra, bukan sekedar bawahan. Pembantu juga mempunyai perasaan atau pun keinginan masing-masing. Kita harus jeli dan pintar-pintar menyiasatinya. Bila mereka sedang moody (malas-malasan atau sedih), kita harus dekati mereka, tanyakan apa yang sedang mereka pikirkan, dll. Jangan salah, kita saja sering moody, kok, kenapa mereka tidak bisa?

Jangan terlalu cerewet. Kita lelah pulang dari kantor dan mendapati keadaan rumah berantakan. Apa reaksi pertama kita? Kita pasti akan marah atau pun kesal. Tapi tahan, jangan langsung menyemprot pembantu anda. Tegur ia dengan halus, tanyakan mengapa ia tidak membereskan rumah. Beri ia kesempatan menjawab. Siapa tahu ia sudah membereskan rumah dengan rapih, tiba-tiba saja anak anda masuk, membawa sekelompok temannya dan mulai main pasar-pasaran hingga sore hari. Belum sempat ia membereskan karena harus memandikan anak anda terlebih dahulu, tahu-tahu anda sudah pulang.

Berikan pujian. Sebaliknya, bila mereka melakukan inisiatif tertentu (seperti mencuci mobil yang kotor sebelum kita menyuruhnya), kita harus memberikan pujian khusus. Berikan ia perasaan bahwa ia dihargai.

Jangan memberikan terlalu banyak pekerjaan. Semua orang mempunyai kemampuan masing-masing. Jangan mentang-mentang anda mempunyai pembantu maka anda serahkan seluruh pekerjaan rumah tangga kepadanya, dari mulai mencuci piring, mencuci baju hingga membereskan rumah (kecuali pembantu anda lebih dari satu - sebaiknya mereka mempunyai pembagian pekerjaan yang adil). Apa salahnya kita bantu-bantu sedikit. Bila kita lihat ia sudah cukup repot dengan mancuci pakaian, menyetrika, membersihkan rumah sekalian menjaga anak anda, ambil alih tugas di dapur. Saya yakin suami anda juga lebih senang merasakan masakan istri sendiri. Tidak bisa masak? Ambi alih tugas menyetrika. Siapa pun bisa menyetrika tanpa harus kursus terlebih dahulu.

Bagaimana? Ternyata tidak susah ya. Mau mencoba? Kabari saya, ya, kalau berhasil.

Monday, November 29, 2004

Adakah Cinta

adakah cinta dapat menyulut api
sedang cinta berawal dari embun
yang menetes pagi hari dari kelopak tiap bunga
cinta seharusnya bening
cinta seharusnya mendinginkan
menyejukkan
bukan bara yang diam-diam dapat membakar

adakah cinta dapat menyebabkan lebam hati
sedang cinta seharusnya adalah pengobat
yang mampu menutup rapat semua luka
dan menghentikan darah yang mengucur
bukan pisau yang mampu menyebabkan luka yang lebih dalam

atas nama cinta kukirimkan petisi ini padamu
dengan seribu tanda tangan yang mewakili hatiku
kuharap kau mau menoleh sejenak padaku
dari tempatmu yang tinggi di atas sana
dari semua keangkuhan dan egomu

atas nama cinta...

Mencari Sebuah Masjid - Taufik Ismail

MENCARI SEBUAH MASJID
Taufiq Ismail

Aku diberitahu tentang sebuah masjid,
yang tiang-tiangnya dari pepohon di hutan, fondasinya batu karang dan pualam pilihan
atapnya menjulang tempat bersangkutnya awan dan kubahnya tembus pandang,
berkilauan digosok topan kutub utara dan selatan
Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang sepenuh dindingnya yang transparan,
dihiasi dengan ukiran kaligrafi Qur'an dengan warna platina dan keemasan
bentuk daun-daunan sangat teratur serta sarang lebah demikian geometriknya
ranting dan tunas berjalin bergaris-garis gambar putaran angin
Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang sebuah masjid
yang menara-menaranya menyentuh lapisan ozon dan menyeru azan tak habis-
habisnya membuat lingkaran mengikat pinggang dunia kemudian nadanya yang
lepas-lepas disulam malaikat jadi renda benang emas yang memperindah ratusan
juta sajadah di setiap rumah tempatnya singgah
Aku rindu dan mengembara mencarinya.

Aku diberitahu tentang sebuah masjid
yang letaknya dimana bila waktu azan lohor engkau masuk kedalamnya
engkau berjalan sampai waktu ashar, tak kan capai saf pertama
sehingga bila engkau tak mau kehilangan waktu, bershalatlah di mana saja
di lantai masjid ini yang besar luar biasa
Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang ruangan disisi mihrabnya
yaitu sebuah perpustakaan tak terkata besarnya dan orang-orang dengan tenang
membaca di dalamnya, di bawah gantungan lampu-lampu kristal terbuat dari berlian
yang menyimpan cahaya matahari, kau lihat bermilyar huruf dan kata masuk
beraturan ke susunan syaraf pusat manusia dan jadi ilmu berguna
di sebuah pustaka yang bukunya berjuta-juta terletak disebelah menyebelah masjid kita
Aku rindu dan mengembara mencarinya

Aku diberitahu tentang sebuah masjid
yang beranda dan ruang dalamnya tempat orang-orang bersila bersama dan
bermusyawarah tentang dunia dengan hati terbuka dan pendapat bisa berlainan
namun tanpa pertikaian dan kalaupun ada pertikaian bisalah diuraikan dalam simpul
persaudaraan sejati dalam hangat sajadah yang itu juga terbentang
di sebuah masjid yang sama
Tumpas aku dalam rindu. Mengembara mencarinya
Dimanakah dia gerangan letaknya?

Pada suatu hari aku mengikuti matahari
ketika dipuncak tergelincir sempat lewat seperempat kwadran turun ke barat dan
terdengar merdunya azan di pegunungan, dan akupun melayangkan pandangan
mencari masjid itu kekiri dan kekanan, ketika seorang tak kukenal membawa sebuah
gulungan, dia berkata "Inilah dia masjid yang dalam pencarian tuan"
dia menunjuk tanah ladang itu dan di atas lahan pertanian dia bentangkan secarik
tikar pandan kemudian dituntunnya aku ke sebuah pancuran
airnya bening dan dingin mengalir teraturan, tanpa kata dia berwudlu duluan.
Akupun di bawah air itu menampungkan tangan, ketika kuusap mukaku,
kali ketiga secara perlahan, hangat air yang terasa bukan dingin
Kiranya demikianlah air pancuran bercampur dengan air mataku yang bercucuran.