Tuesday, January 17, 2012

Menjawab Pertanyaan Kritis Anak




“Ibu, kenapa pesawat bisa terbang sedangkan kita tidak bisa terbang?”
“Karena pesawat ada sayapnya, ada mesinnya, dan ada bahan bakarnya.”
“Emangnya bahan bakar pesawat apa sih Bu?”
”Avtur.”
”Lain, ya, dari bahan bakar mobil?
”Lain, kalau mobil, bahan bakarnya, kan, bensin atau solar.”
”Kalau manusia?”
”Bahan bakarnya makanan dan minuman, dong.”
“Kalau kita dipasangin sayap, dipasangin mesin, terus minum avtur, apa kita bisa terbang juga seperti pesawat?”
Gubrak!

Apakah narasi di atas mirip-mirip seperti yang anda alami saat bertanya-jawab alias ngobrol dengan anak anda? Apakah anda sering kebingungan dan frustasi menjawab pertanyaan-pertanyaan anak anda yang kritis? Ketahuilah, anda tidak sendiri.

Teman, bisa dibilang kita hidup dari bertanya, sejak kita mulai bisa berbicara hingga nanti kita dipanggil oleh Sang Illahi, kita tidak henti-hentinya bertanya. Kita belajar dari bertanya, kesuksesan kita diawali dari tanya. Bahkan saat tidur pun kadang kita bertanya dalam mimpi. Percaya tidak? Nah, saya bertanya, kan?

Anak saya yang kecil, yang saat ini berusia 6 tahun,  tidak henti-hentinya bertanya. Membuat saya ikut bertanya-tanya kesana kemari untuk bisa menjawab pertanyaan-pertanyaannya yang kritis tapi tidak ingin saya jawab secara sembarangan. Saya, sih, senang-senang saja menjawab pertanyaan-pertanyaannya karena saya percaya bertanya adalah merupakan sebuah proses kreatif. Saya yakin Madame Currie, Einstein, Alpha Edison dan ilmuwan lainnya tidak akan berhasil menemukan penemuan mereka bila mereka tidak bertanya. Apalagi pertanyaan-pertanyaan anak saya yang kadang tidak biasa tersebut membuat saya terpaksa belajar kembali, membuka buku, mencari informasi dari google, yang akhirnya membuat pengetahuan saya ikut bertambah.

Berdasarkan hasil survei science campaign, didapatkan bahwa pertanyaan anak-anak yang diajukan kepada orang tua umumnya membingungkan dan sulit untuk dijawab, seperti “Dari mana bayi berasal?” pertanyaan ini sebesar 60 persen, “Bagaimana bisa terjadi pelangi?” pertanyaan ini sebesar 43 persen dan “Mengapa langit berwarna biru?” pertanyaan ini sebesar 30 persen. Jadi, seperti sudah saya sebutkan di atas tadi, kita bukannya satu-satunya orang tua yang sering harus kerja keras untuk menjawab pertanyaan anak, kan?

Memang susah-susah gampang kita menghadapi pertanyaan anak yang kritis, tapi ada kiat-kiat yang bisa kita pelajari dalam menjawab pertanyaan kritis anak seperti yang disampaikan oleh Johan Wahyudi, seorang pendidik dan peneliti, dalam Kompasiana.com:

Strategi 1: Menjaga Kejujuran
Ketika ditanya anak tentang suatu hal, orang tua harus bersikap jujur. Maksudnya, orang tua harus menjawab pertanyaan itu secara objektif terukur. Orang tua tidak boleh menolak pertanyaan anak. Mereka itu memerlukan jawaban segera. Oleh karena itu, orang tua tidak boleh menyesatkan pikiran anak dengan jawaban yang mbulet alias bertele-tele alias berbelit-belit. Jawablah pertanyaan anak itu dengan jujur.
Strategi 2: Menggunakan Bahasa Analogi
Pikiran anak belum mampu memahami penalaran tingkat tinggi. Oleh karena itu, pikiran anak perlu dirangsang dengan penalaran analogi. Penalaran analogi adalah pola berpikir yang menggunakan objek lain sebagai pembanding untuk memudahkan pengembangan gagasan. Pernyataan awal tulisan ini dapat digunakan sebagai contohnya, yaitu penggunaan istilah kaset untuk menggantikan istilah otak atau pikiran anak
Strategi 3: Bersikap Ramah
Anak sering bertanya tanpa mempertimbangkan kesopanan atau etika. Mereka hanya berdasarkan insting atau naluri keingintahuan. Jadi, mereka tidak pernah berpikir bahwa pertanyaan itu kurang etis ditanyakan. Namun, rasa ingin tahu membangkitkan keberaniannya untuk bertanya. Maka, orang tua tidak boleh menanggapi pertanyaan itu secara emosional. Orang tua harus bersikap ramah agar anak merasa dilayani.

Kiat-kiat tersebut di atas yang selalu menjadi pertimbangan saya saat menjawab pertanyaan anak. Tapi bagaimana kalau suatu ketika, karena kurangnya pengetahuan kita, kita tidak dapat menjawab pertanyaan anak? Kalau saya, saya menghindari dari menjawab sembarangan karena saya tidak ingin menghina intelektualitas anak saya walaupun mungkin dia tidak akan menyadarinya. Saya akan menjawab terus terang bahwa saya tidak tahu, tapi saya tidak berhenti di situ, saya berusaha mencari tahu dengan cara-cara seperti yang sudah saya sebut di atas ( bertanya kesana-kemari, buka google sampai membaca buku), dan saya akan segera menyampaikan jawaban yang saya dapatkan kepada anak saya kemudian. Memang semua itu membutuhkan kesabaran ekstra dan kerja keras. Tetapi semua akan rela kita lakukan agar anak kita tetap kreatif, kan? Bagaimana dengan anda? (eky)

Tuesday, June 29, 2010

Are We There Yet?

Suatu hari saat saya sedang corat-coret di buku catatan saya, anak bungsu saya si Bimo bertanya, "Ibu lagi ngapain?".  
Karena konsentrasi saya sedang tertuju pada apa yang saya tulis, saya menjawab sekenanya: "Corat-coret."
Rupanya jawaban singkat saya tidak memuaskan rasa ingin tahunya, dia bertanya lagi: "corat-coret apa?"
Konsentrasi saya mulai sedikit terbelah: "Cita-cita Ibu, tujuan hidup."
"Sudah sampai belum Bu?"
"Apanya yang sudah sampai, nak?" tanya saya bingung.
Bimo mendecak tidak sabar, "Katanya, Ibu lagi corat-coret tujuan hidup. Makanya aku tanya, Ibu sudah sampai belum ke tujuan Ibu?"
Whoaaa....a very good question, indeed. Am I there yet?
 
    Saya percaya, dalam menjalani hidup kita perlu bermimpi. Oleh karena itu, saya selalu mempunyai semacam buku writing note atau yang saya sebut buku cita-cita dimana saya selalu menuliskan tujuan-tujuan hidup saya dan rencana-rencana, baik itu jangka pendek maupun jangka panjang. Dan karena si bungsu saya bertanya apakah saya sudah sampai ke tujuan hidup saya, tiba-tiba saya merasa perlu untuk melihat-lihat dan membaca-baca kembali apa saja cita-cita dan harapan yang telah saya tulis di buku cita-cita saya selama 2 tahun terakhir ini. Tenyata buaaannnyyaaak sekali. (What can I say, I am a dreamer). Dan ternyata lagi, saya belum mencapai sebagian besar cita-cita dan tujuan hidup yang saya tulis di buku cita-cita saya itu. Kecewa? Tidaklah, karena hidup saya selalu dipenuhi dengan target dan mimpi-mimpi. Tanpa target dan mimpi-mimpi saya merasa seperti tidak memiliki tujuan dalam hidup. Tiap kali satu cita-cita tercapai, saya biasanya akan menulis cita-cita baru lagi. Demikian seterusnya.
 
    Tapi apakah bermimpi saja cukup? Bagi saya tidak. Kalau kita berani bermimpi, berarti kita juga harus berani untuk mewujudkannya. Dengan kata lain, selain bermimpi dan berdoa agar cita-cita kita tercapai, kita juga harus mau berikhtiar.  Hidup ini berjuang, bukan? Tapi jangan dibawa terlalu serius atau ngoyo ya, takutnya giliran target atau cita-cita kita tidak tercapai, kita jadi putus asa. Aduh amit-amit deh.
 
    Jadi bagaimana dong? Saya yakin semua orang pasti punya kiat sendiri-sendiri. Kalau saya, biasanya selalu punya plan A dan plan B. Contohnya, walaupun saat ini saya bekerja full time di sebuah perusahaan swasta, tapi saya juga ambil kerja paruh waktu. Gaji yang saya dapat dari bekerja full time di perusahaan swasta saya gunakan untuk target jangka pendek, sedang yang dari paruh waktu untuk jangka panjang. Satu mantera ajaib baru-baru ini saya dapat dari buku berjudul Negeri 5 Menara karangan A. Fuadi adalah Man Jadda Wa Jada, Siapa yang bersungguh-sungguh niscaya ia akan berhasil. Mantera yang satu ini selalu berhasil untuk memompa semangat saya manakala saya merasa down atau lelah di tengah-tengah jalan menuju cita-cita.
 
    Mungkin bagi sebagian orang cara berpikir saya ini ambisius. Tapi kalau kita merujuk pada firman Allah: Carilah kebahagiaan hidup di akhirat, tapi jangan lupakan kebahagiaan hidupmu di dunia (Q. S. 28: 77), maka kita harusnya mahfum bahwa Allah menginginkan hambanya untuk berikhtiar selain tentu saja beribadah kepadaNya. So, am I there yet? Not yet. Cause if I am, then I am finish.
 

Wednesday, December 09, 2009

Nikmat Allah

Tadi pagi saat berangkat kerja, di tengah keramaian lalu lintas jalan cirendeu raya, saya melihat seorang bapak menarik sebuah gerobak berisi istri dan dua anaknya. Pemandangan yang sangat menyentuh hati. Tetapi raut wajah keluarga itu tidak tampak sedih. Sebaliknya mereka tertawa-tawa dan bercanda. Hebat, di tengah himpitan hidup seperti itu mereka masih berbagi keceriaan. Padahal belum tentu mereka bisa makan 3 kali hari ini, belum tentu mereka mempunyai tempat berteduh bila sore nanti turun hujan. Bagaimana dengan kita, yang dilimpahi oleh Allah SWT kecukupan pangan, papan dan sandang, tapi masih sering mengeluh? Karier yang mandeklah, pembantu yang berulah, teman sekerja menusuk dari belakang, jadwal yang padat, kerjaan yang bertumpuk tiada habisnya... belum lagi ingin liburan ke sana sini atau renovasi rumah serta ganti mobil... Kita tidak melihat bahwa sebenarnya masih banyak orang yang sibuk cari lowongan ingin mempunyai pekerjaan dan penghasilan tetap seperti kita, yang masih tinggal di bawah jembatan sementara kita memiliki rumah dengan 3 atau 4 buah kamar tidur, yang kemana-mana harus berjalan kaki sementara kita memiliki kendaraan yang bisa membawa kita kemana saja...
 
    Saya beristighfar karena merasa selama ini sering kufur nikmat. Angka kemiskinan masih tinggi di Indonesia yang berasal dari rendahnya tingkat pendidikan sebagian besar masyarakat serta minimnya lapangan pekerjaan. Berdasarkan data dari Polling Center yang baru-baru ini mengadakan survey di kabupaten-kabupaten di Jawa Barat dengan 1900 responden diketahui ternyata prosentase penduduk dari kelas C ke bawah yang tidak pernah mengenyam pendidikan masih tinggi, yaitu 33,3% dan sebagian besar dari mereka harus bekerja sebagai buruh kasar untuk menghidupi diri mereka dan keluarganya. Subhanallah... “Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah tidaklah dapat kamu menghinggakannya.” (Surah Ibrahim ayat 34)

Sunday, November 08, 2009

Tips Manajemen Dapur Untuk Ibu Sibuk

Assalamualaikum Ibu-ibu sekalian,
Jaman sudah berubah, demikian pula peran ibu dalam keluarga yang semula sehari-hari tinggal di rumah dan mengurus anak-anak serta memastikan manajemen rumah tangga berjalan dengan baik, kini sebagian besar ibu banyak yang juga bekerja di luar rumah membantu suami membiayai kebutuhan rumah tangga. Tapi bukan berarti urusan dapur keteteran lo. Kalau boleh saya mau berbagi tips dan trik untuk ibu bekerja (seperti saya) yang tetap ingin menangani urusan makan anak-anak serta suami sehari-harinya agar tidak hanya kuantitas namun kualitasnya juga terjaga.
 
Di bawah ini langkah-langkah yang biasa saya lakukan:
 
1. Menyusun Menu
Hal ini wajib dilakukan. Sebelum kita berbelanja bahan makanan, kita harus terlebih dahulu menyusun menu sehingga belanja kita bisa terkontrol dan sesuai kebutuhan. Efisien dan cermat. Agar lebih mudahnya, kita menyusun menu dalam seminggu. Contoh: misalnya kesempatan kita berbelanja adalah tiap hari Sabtu, maka kita susun menu harian dimulai dari hari Minggu hingga hari Sabtu minggu depannya.
 
2. Membuat Daftar Belanja
Berpatokan dari daftar menu yang telah disusun, kita bisa membuat daftar belanja. Misalnya untuk menu sayur sop bahan-bahan yang harus dibeli adalah tetelan, wortel, buncis, kentang dll. Bila daftar belanja sudah tersusun dengan baik, baru kita ke pasar, atau supermarket untuk berbelanja. Bahkan kalau kita sudah terbiasa dengan ritme ini; menyusun menu dan membuat daftar belanja, kita bisa membuat kalkulasi pengeluaran dalam seminggu lo.
 
3. Menyiapkan Bumbu Jadi
Seringnya yang paling memakan waktu dalam memasak adalah menyiapkan bumbu, apalagi masakan tradisional Indonesia biasanya kaya akan bumbu. Nah, agar kita tidak repot dan menghabiskan banyak waktu saat harus memasak, kita siapkan dulu beberapa bumbu jadi yang kita buat sendiri. Menyiapkannya sudah pasti pada akhir minggu setelah belanja mingguan. Yang paling mudah adalah menyiapkan bawang putih giling, bawang merah giling, serta cabe giling siap pakai. Misal dalam seminggu kita sudah memperkirakan kurang lebih bawang merah yang kita perlukan adalah 1/4 kg, maka setelah kita kupas semua bawang merah tersebut, kita iris-iris tidak usah terlalu tipis, lalu kita blender. Setelah diblender, kita didihkan sebentar di atas api kecil. Angkat. Angin-anginkan. Setelah bawang merah giling dingin, simpan dalam toples kedap udara. Masukkan dalam kulkas. Nah bawang merah instan buatan sendiri ini kita bisa gunakan dalam seminggu. Hal yang sama kita lakukan untuk bawang putih dan cabai. Tambahan lain; ketumbar, pala, serta merica juga bisa kita giling dan simpan sebagai bumbu siap pakai lo. Selain efisien (lebih murah daripada beli yang sudah dalam bentuk bubuk di pasar) juga higienis.
 
4. Menyiapkan Bahan/ Sayuran
Setelah urusan bumbu beres, sekarang tinggal urusan sayur-mayurnya nih. Supaya praktis, semua sayuran saya kelompok-kelompokkan berdasarkan menu yang akan dibuat lalu saya kupas, cuci dan potong-potong. Setelah itu saya masukkan dalam kantung plastik dan saya beri label. Misal: sayur sop, atau sayur bayam dll. Setelah itu plastik-plastik berisi sayuran yang telah saya labeli tersebut saya simpan  di dalam kulkas, siap diambil saat kita memasak.
 
5. Menentukan Jadwal Memasak
Sebagai ibu yang bekerja, waktu kita di rumah sangat terbatas. Dengan waktu yang terbatas tersebut kita harus pandai-pandai mengatur waktu antara urusan dapur dan urusan keluarga. Jangan sampai urusan dapur beres tapi urusan keluarga terbengkalai; kita tidak mempunyai waktu untuk bercengkerama bersama anak-anak dan suami, sayang kan...  Menurut pengalaman saya, ada dua waktu yang terbaik untuk memasak bagi para ibu bekerja; sepulang bekerja dan pagi hari sebelum berangkat bekerja. Kita bisa memilih salah-satunya, tapi jangan menggunakan kedua waktu tersebut untuk dapur, nanti bagian anak-anak dan suami mana dong? Kalau saya, menimbang bahwa sepulang bekerja adalah waktu yang terbaik untuk mengecek PR anak-anak dan melakukan obrolan keluarga, maka saya memilih waktu pagi hari untuk memasak. Keburu nggak? Keburu dong, kan ada manajemennya... bumbu-bumbu sudah ada yang instan made in sendiri, bahan-bahan sayuran juga sudah dipotong-potong siap pakai, semua tinggal tumis, atau di rebus. Praktis kan...
 
6. Alternatif Lain
Kadang pekerjaan saya mengharuskan saya untuk dinas ke luar kota selama beberapa hari. Nah, pada saat-saat seperti ini mau tidak mau urusan dapur saya serahkan kepada jasa katering kepercayaan yang membolehkan kita menyusun menu sendiri. Proses pencarian jasa katering ini juga saya lakukan pelan-pelan, mulai dari menelpon, mendatangi tempat usaha untuk melihat kebersihannya serta cara pengolahannya, hingga mencicipi menu. Satu syarat saya yang tidak bisa ditawar: No MSG.
 
Nah, tips-tips di atas berdasarkan pengalaman pribadi saya saja lo, mungkin ada Ibu-ibu lain yang juga punya kiat sendiri yang lebih baik dalam manajemen dapur. Selama ini langkah-langkah tersebut di atas sudah banyak membantu saya mengefektifkan waktu saya di dapur. Semoga bermanfaat....

Friday, November 06, 2009

Puisi Doa - Chairil Anwar

Puisi ini pertama kali saya dengar dan langsung suka adalah saat saya duduk bersekolah di bangku SD. Dan entah kenapa akhir-akhir ini puisi ini seperti terngiang-ngiang kembali di telinga saya, terutama bait: Biar susah sungguh mengingat Kau penuh seluruh... Terus terang saya sempat lupa judulnya, ingatnya hanya puisi ini karangan Chairil Anwar, jadi hanya berbekal bait tersebut saya berusaha mencari di google. Ternyata tidak mudah, setelah beberapa kali attempt barulah puisi ini muncul di salah satu blog kumpulan puisi. Haduh, lega rasanya, seperti menemukan mutiara yang hilang...

DOA (Chairil Anwar)

    Tuhanku
    Dalam termangu
    Aku masih menyebut namaMu
    Biar susah sungguh
    mengingat Kau penuh seluruh
    cayaMu panas suci
    tinggal kerdip lilin di kelam sunyi
    Tuhanku
    Aku hilang bentuk
    remuk
    Tuhanku
    aku mengembara di negeri asing
    Tuhanku
    dipintuMu aku mengetuk
    aku tidak bisa berpaling

Wednesday, November 04, 2009

Pelajaran Dari Kakek dan Nenek di Bis



Pagi ini saya diberkahi oleh Allah SWT untuk menjadi saksi hidup atas keperkasaan dua orang manula dalam perjalanan menuju ke kantor di atas bis metro mini:

Yang pertama adalah seorang Kakek yang bergantung kepada alat musik seadanya (kecrekan) untuk membiayai hidupnya dengan mengamen dari bis ke bis. Walau nyanyinya lagu keroncong (hehehe... emang apa salahnya dengan lagu keroncong ya?) dan suaranya parau, tapi saya sangat mengagumi semangatnya dalam mencari penghasilan yang halal. Karena sebenarnya ia bisa saja ambil jalan pintas dengan menjadi pengemis, toh bisa dapat uang tanpa capek-capek mengejar bis, tapi rupanya si kakek masih memiliki harga diri dan memilih untuk kerja keras demi sesuap nasi daripada menadahkan tangannya menanti uluran tangan dari orang lain.

Yang kedua adalah seorang Nenek yang cas cis cus berbahasa Inggris dan bersedekah dengan mengajarkan ilmunya kepada beberapa murid SMA yang kebetulan ditemuinya di atas bis. Mungkin sewaktu muda beliau pernah menjadi guru bahasa inggris ya. Dari penampilannya yang mirip mpok Nori (itu tuh seniman tua yang suka main lenong di TV) kita sama sekali tidak menyangka beliau mampu berbahasa asing lo. Hmm... don't judge the book from its cover ya.

Kakek dan nenek tersebut seolah menyadarkan saya untuk tidak cengeng dalam menghadapi hidup dan selalu bersedekah sebagai bentuk sukur kepadaNya. Karena hidup adalah perjuangan dan sedekah bukan hanya berbentuk materi, tapi juga ilmu dan bahkan sebuah senyuman. Subhanallah....

Sunday, June 14, 2009

Books replaced by internet?

I like reading, love it. Through books I learn lots of things and travel to many places in the world. If you ask me what gift that I will always welcome on my birthday I will say BOOKS and no other.

One of my family recreation agenda every month is to a bookstore with my kids. In this way I can teach them to love books, to enjoy reading as much as I enjoy it myself. And it seems to work because my kids always enjoy our monthly trip to a bookstore, and recently my youngest son won't sleep at night before I read him a book.

Last week my eldest son came to me with an idea that he would like to have his own Taman Bacaan where his friends can read his collection of books for free. He even made some brochures advertising his taman bacaan to be sent to all his friends' houses. I was ecstatic and tried everything that I could to help my son making his idea come true. We collected all his books; listed and numbered them. Put them in some boxes. The next morning, reading his bike, my son delivered the brochures to his friends' house around our neighborhood. And in the afternoon, his Taman Bacaan was open for the first time. I was so proud of my son, he was only eight years old yet he has such a brilliant idea. His objective was very simple; he wanted to share his books with his friends.

It seems very ironic to the fact of what we had from our last FGDs on youth; most of the respondents (male and female aged 19 - 25 years old) admitted they did not like reading, even reading a magazine or a newspaper, they preferred to have internet instead for chatting with their friends. Will in the future books be extinct, replaced by internet? A point to ponder...
Written about a week ago · Comment ·

I am Loved and That's What matters most...

Today I could not go to my office due to stomach-ache while I was supposed to have a meeting with a client. The meeting was important and I felt terrible because I had to miss it. I always hate it whenever I could not meet my schedule and making people dissapointed.

I was in a bad mood and without my realizing it I started yelling to my kids when they made noises. Hearing my sudden of burst, their laughters stopped in an instant and I was confronted by two pairs of innocent eyes starring at me in amazed. I did not mean to pass my frustration to my kids, but there I was, yelling to my kids, and I felt very guilty. I felt that I was a bad mother.

While I was still constructing words of apology to my kids, the youngest ran to me and hugged me close, saying: I love you Ibu. The eldest looked hesitated first, but then did the same. My mood was changed immediately. From down to up; it almost hit the ceiling. I felt I was so loved. Despite of my burst to them, my kids showed me they loved me no matter what. They showed me their unconditional love. Their hugs were so precious; two pairs of hands holding my body. A tear escaped from my eyes. I hugged them back and told them I was sorry.

A lesson that I learned today; I am loved and that is what matters most.

One Morning in A Bus (Omnibus)

Take your distance
you are too close my friend
and it's suffocating
you take all the air supply
and leave me nothing
to breath

I get nausea
so painful in the head
and you talk
and you talk
talk all the time
maybe next time I should bring
my earphone
so that I could rest my ear off your chat

It's nothing personal, believe me
I just could not decide
it's you or it's me who have to leave
and it's better be soon..

The Wind Beneath My Wings

ife is about choices. Like a road that leads to thousands destination. God gives you a brain and conscience to choose which way that you think is the best for you. Have you ever wondered what would you be if you took another turn? Another road? Would you be here by now doing things that you are doing? Would you be happier? Or would you be less fortunate than you are now?

But life is about perspectives too. The way you see the world depends on yourself; whether you think that you are succeed or unfortunate, believe it or not, it depends on your own perspective. If you think that your job is suck, ask others who are jobless. If you think that your hair is dull, ask someone who just had chemotherapy treatments and lost all his/her hair... From their point of view you are fortunate, my friend...

Life is, also, about strength. You are strong when you choose to be a better man, a better woman. To choose things that you think is right for you without being afraid what people may think about you . But the strongest amongst us is the ones who think about others before they think about themselves. Who put themselves behind the scene and let others do performing. They are called HEROES. Let us be a hero for people we love, for people we care. As Bette Midler put it in her song:

Did you ever know that you're my hero,
and everything I would like to be?
I can fly higher than an eagle,
for you are the wind beneath my wings.

Milkshake atau Anggur?

Seorang teman pria pernah berkata bahwa wanita bisa dikategorikan menjadi dua jenis; jenis yang seperti segelas milkshake dan jenis yang seperti segelas anggur. Maksudnya adalah; wanita milkshake adalah wanita cantik, lembut dan tak berdaya tapi gampang basi, sedangkan wanita anggur adalah wanita yang menarik, berkarakter dan makin tua makin mahal harganya.

Lalu saya tanya lagi, apa bedanya wanita cantik dan wanita menarik? Menurut si teman pria yang sok tahu ini wanita cantik adalah wanita yang bisa membuat anda menahan napas saat pandangan pertama tapi membuat anda menghela napas kesal pada menit berikutnya. Sedangkan wanita yang menarik adalah seorang wanita yang mungkin tidak akan membuat anda langsung terkesiap dengan kecantikan wajahnya pada menit pertama tapi membuat anda respek dan kagum padanya selamanya.

Lebih jauh lagi teman saya menjelaskan; wanita milkshake biasanya akan membangkitkan rasa sok pahlawan dari jiwa seorang pria, dan biasanya memang wanita jenis ini mengharapkan terus menerus dibantu oleh seorang pria; dari mulai membukakan pintu hingga menggandeng tangannya saat menyebrang jalan. Sedangkan wanita anggur biasanya justru membangkitkan tantangan bagi seorang pria karena kemandiriannya. Wanita jenis ini biasanya tidak mengharapkan bantuan dari pria sehingga membuat pria penasaran. Hhhmmm.

Tapi ngomong-ngomong wanita yang mandiri itu seperti apa sih? Menurut Gusti Kanjeng Ratu Hemas pada Power Breakfast yang diadakan di sebuah hotel terkenal minggu lalu, seorang wanita mandiri adalah seorang wanita yang tahu menempatkan dirinya, mengutarakan pendapatnya dan memperjuangkan nasibnya. Beliau paling prihatin bila melihat wanita 3G; Nggendong, Nggandeng, Ngandut (menggendong, menggandeng dan mengandung anak pada saat yang bersamaan). Padahal, menurut GKRH lagi, masa wanita bisa menikmati hidupnya sangatlah singkat, dimulai dari umur 20 hingga umur 40 tahun. Di atas 40 tahun wanita sudah mulai direpotkan dengan mengurus mertua / suami yang sakit. Nah bagaimana kalau di masa mereka seharusnya menikmati hidup mereka, mereka malah direpotkan terus menerus dengan kelahiran anak? Benar juga ya...

Sementara menurut hasil riset dari Polling Center yang diambil dari perspektif wanita, wanita mandiri itu adalah wanita yang bisa menyeimbangkan antara karir dan keluarga, yang tidak melulu tergantung kepada suami secara finansial dan bisa menentukan pilihan hidupnya sendiri termasuk dalam menggunakan hak pilihnya pada saat Pemilu nanti. Wanita mandiri juga adalah wanita yang berani mengambil keputusan, pintar, kuat dan aktif dalam kehidupan bermasyarakat. Hehehe... kok super woman banget ya. Apakah ini berarti wanita menuntut terlalu keras pada dirinya sendiri? Bisa jadi. Karena kebanyakan wanita memang perfeksionis. Sudah tuntutan masyarakat memang berat pada mereka dimana mereka diharapkan untuk menjadi ibu dan istri yang sempurna yang bekerja tanpa henti dari subuh hingga larut malam, mereka sendiri juga menuntut agar diri mereka kuat dan cerdas. Bahkan Pak Faisal Basri (yang juga menjadi pembicara pada Power Breakfast minggu lalu) mengakui dari perspektif pria bahwa tuntutan hidup wanita lebih berat dibandingkan pria. Namun demikian, dari data statistik BPS, usia wanita ternyata lebih panjang dibandingkan dengan usia pria. Nah lo... kok bisa?

Love and Life

Sometimes life does not go the way we want it. The way we hope it would be. The way we think it should be. But I believe whenever there is love, everything is going to be okay. Love heals even the fiercest broken heart. Love heals even when we think life is over. Love from our family, from friends and from God The Almighty.

Whenever I feel down I alway turn to God and also to my family and friends for comfort. I, like any other human being, cannot live alone. I need consolations. And I am very lucky to be able to say that I am loved. I have all supports I need from my family and friends. I am never alone, even in my darkest times. And for that I thank you.

Life has taught me that life has no meaning without love. When you feel that you are alone and sad, just look around, you will be suprised to find that you still have family and friends that care for you unconditionally. But remember, before you receive love, you have to give love first. And you will see that love will be the gift you give yourself...

You are the wind beneath my wings

"Apa arti seorang sahabat bagimu?" seorang teman pernah bertanya suatu ketika dan pada saat itu saya sedang ingin berpuitis-puitis maka saya menjawab: "Sahabat adalah seperti udara yang kau hirup, kau tidak bisa hidup tanpanya. Sahabat bagai sepasang sepatu kaca yang mampu mengubah seorang upik abu menjadi seorang cinderella. Sahabat bagai ombak yang datang menghapus jejak-jejak kaki kepedihan di pasir pantai; manakala sebuah jejak kaki kepedihan terbentuk lagi di pasir pantai, ombak akan datang untuk menghapusnya, begitu seterusnya tanpa lelah.

Bila kau ingin menjadi seorang sahabat yang baik, selalu berusahalah untuk ada pada saat temanmu membutuhkanmu, saat senang ataupun sedih, karena persahabatan bagai pertalian dua hati yang seharusnya tak akan pernah lekang, terus tumbuh, menyemak bagai ilalang di padang savana. Yang menjadi peneduh bagi pengembara yang lelah, yang memberi tempat untuk burung membuat sarangnya di ranting-ranting pohon yang kokoh, yang memberi kehidupan bagi binatang-binatang kecil yang lapar."

Menjalin pertemanan, terutama persahabatan adalah sesuatu hal yang susah-susah gampang. Dalam sebuah persahabatan, dua (atau lebih) individu dengan latar belakang dan ego berbeda mencoba menyatukan persepsi dan persamaan. Diperlukan keteguhan hati dan keinginan untuk tidak selalu mau menang sendiri. Tidak banyak berbeda dengan pernikahan sebenarnya. Bedanya adalah dalam persahabatan kita bisa pergi kapan saja kita mau bila sudah merasa tidak saling cocok, sedangkan dalam pernikahan tidak bisa demikian karena kita terikat dalam sebuah lembaga yang dilegitimasi.

Namun pada dasarnya praktiknya tidak jauh berbeda. Seperti juga dalam pernikahan, dalam persahabatan kita juga memerlukan interaksi yang dinamakan saling memberi dan menerima. Kita juga kadang harus meredam emosi maupun ego pribadi serta melakukan beberapa pengorbanan demi langengnya sebuah persahabatan. Namun sayangnya, banyak persahabatan yang pecah hanya karena satu pihak merasa pihak lainnya lebih menonjol atau ingin menonjolkan diri, apalagi bila setan berwajah hijau yang kita namakan jealousy mulai merayap di hati. Padahal seharusnya arti persahabatan adalah lebih dari itu. Seharusnya kita bisa merasa bahagia bila melihat sahabat kita sukses ataupun berhasil dan kita harus selalu siap membantu manakala sahabat kita sedang berada dalam kesulitan. Seperti lagu yang dinyanyikan oleh Bette Midler - You Are The Wind Beneath My Wings, begitulah arti seorang sahabat - bagai angin dibawah sayap kita (seandainya kita memiliki sayap) yang membantu kita untuk terbang menggapai cita-cita. Nah, apakah anda sudah merasa menjadi seorang sahabat yang baik? Saya terus terang masih harus banyak belajar...

A dilemma

This is really a true dilemma for a working mom like me; seeing my children still sleep on their beds when I go to work every morning. I always make a silent promise to them that I will try to go home not too late so I still can steal an hour or two - spending some quality time - with them. But sad to say, most of it is just an empty promise, three out of five days a week. The luck is not always on my side; when I can go home on timely from work, the traffic jam would not allow, or vice versa. So there I go again, arrive at home at 8 the earliest and find my children are already on their beds to go to sleep.

And this morning on the way to work, I heard ABBA sang Slipping through My Fingers from my favorite radio station and (silly me!) I wept. It was the story of my life they sang:

Slipping through my fingers
all the time
I try to capture
every minute
the feeling in it
slipping through my fingers
all the time
do I really see what's
in his mind
each time I think
I'm close to knowing
he keeps on growing
slipping through my fingers
all the time
Sometimes I wish
that I could freeze
the picture
and save it from
the funny tricks of time
slipping through my fingers

Oh, maybe it was just the famous PMS that came to me this morning. Come to think of it, I have had the opportunity to experience two different sides of the world, I had been a working mom, took a break for a year to become a full-time mother, and work again up till now. Both sides of the world have its plus and minus I must admit. And unfortunately - or rather fortunately - both I enjoy very much; the dynamic life of a full time mother taking care two very active boys and the busy world of a working mom trying to make the best of her time. But I am only human after all; there are times when I think one is better than the other. And there I go again with my dilemma. How about you mom?

Restrooms

Just the other day when I went out for lunch in Blok M Plaza and had to go to the restroom (I always tried not to go to any public restroom if I could help it) I was suprised to find a lady janitor with a bundle of tickets waiting right in front of the restroom. So there I was, obediently paid for the ticket, went into the restroom, and did what I have to do there (you don't want to know, believe me). But I did not mind to pay for the ticket since the restroom, not like any others, was clean and smelled good. Provided with kleenex and other toiletries needed by a lady to wash her hands . Overall it was a quite decent place. I remember not a while ago when I had to go to the restroom in POINS Square, I had to provide my own kleenex since there was not any in the restroom - and the place was dirty, not to mention smelled rather bad. When I asked to the lady janitor for kleenex she said that the building management had stopped providing kleenex since months ago for no reason at all. It was a free public restroom, I understood, but should the building management let their restrooms be like a restroom in a bus station? It was POINS Square, supposed to be a middle class shopping mall, located between Pondok Indah and Lebak Bulus, if their budget was not allowed, why didn't they do just like Blok M Plaza did? Put a lady janitor with tickets and use the collected money to cover the cleaning expense for the restroom. That will make everybody happy! Just a thought...

Bad Traffic

I was tempted, very much tempted, to go back home on the way to work yesterday when once again I was trapped in a heavy - or should I say worst - traffic jam in Pondok Cabe Raya. It was the third time in a row this week, and I was fed up - felt helpless soaked in a mass of cars and motorbikes. Seeing frustated faces of people amongst me who also trapped in the traffic, I wondered, how could one keep one's spirit or one's mood to work when one should face this jam for hours before one could reach one's office (not to mention if there was a morning meeting waiting). I remembered not a while back ago, I could go to work at seven and arrived in the office in time. Now, even I went out of my house at six, I still was late arriving in the office. Aaarrrgggh!

HAPE

Di suatu Minggu pagi yang cerah saya diundang seorang sahabat lama untuk kumpul-kumpul di rumahnya. Biasalah, ngobrol-ngobrol sambil rujakan dengan teman satu gang waktu jaman kuliah dulu. Kami janjian untuk being single lagi, setidaknya untuk hari itu, alias adalah tidak bawa anak ataupun suami. Tuan rumah pun juga mengungsikan anak dan suaminya ke rumah mertuanya. Hehehe… biar enak dan seru ngobrolnya.
Namanya juga Ibu-ibu, ada aja yang digosipin. Dari mulai fashion terbaru, tumbuh kembang anak-anak sampai ke urusan gadget. Salah satu teman saya yang memang sosialita sekali, akhirnya dengan malu-malu memamerkan blackberry-nya. Katanya dia juga sudah ikutan klub gaul ponsel ajaib itu. Iseng-iseng saya tanya fitur-fiturnya. Sok tahu aja, kebetulan saya baru baca tentang barang ajaib satu itu dari sebuah majalah. Eh dia malah mengaku masih kurang ‘ngeh’ cara menggunakan blackberry-nya. Terutama cara menggunakan fitur push e-mailnya. Oalah… ternyata benar ya kebanyakan wanita suka gaptek kalau urusan gadget, senang beli hape baru yang super canggih tapi ternyata hanya untuk gaya-gayaan aja (ssst… termasuk yang nulis notes ini).

Belum habis ngomongin hape, si tuan rumah tiba-tiba menawarkan siomay bandung. Katanya dia punya tukang siomay keliling di komplek perumahannya yang siomaynya enak banget, joss rasa ikan tenggirinya, nggak kalah deh sama siomay di resto terkenal . Dasar tukang makan semua, kamipun serentak buka suara… mau dooong. Tapi mana tukang siomaynya? Tenang, kata teman saya, si tukang siomay punya hape, kalau kita mau pesan, tinggal telpon ke hapenya saja, nanti dia datang. Wah, canggih banget… hape memang sudah betul-betul merakyat sekarang, bahkan tukang siomay kelilingpun punya hape.

Ada lagi nih, teman saya yang lain menambahkan, dia cerita waktu kemarin dia sedang belanja bulanan di sebuah hypermarket, tiba-tiba pembantunya kirim sms mengingatkan untuk tidak lupa membeli beras karena persediaan beras di rumah habis. Belum habis rasa terkejutnya, si pembantunya sms lagi untuk titip minta dibelikan shampoo. Walah!

Saya pun punya pengalaman berkesan mengenai hape. Waktu jamannya pembantu mudik lebaran kemarin, pembantu saya sebelum pulang sempat menitipkan nomor-nomor hape kerabatnya kepada saya. Untuk apa? tanya saya. Ini lo Bu, hape saya kalau di kampung tidak dapat sinyal, jadi kalau Ibu mau telpon saya, bisa ke nomor-nomor hape ini. Ini nomor hape bude saya, yang ini nomor hape ponakan, dan ini nomor hape sepupu saya, jawab pembantu saya kalem. Saya terlongong-longong antara bingung dan kagum. Wah, ternyata di kampung sana sudah banyak orang yang punya hape ya. Oya, berdasarkan hasil riset Polling Center pertengahan tahun lalu, penggunaan hape memang sudah merambah hingga ke rural lo, nggak tanggung-tanggung 42,6% masyarakat rural sudah memiliki hape. Peningkatannya cukup tajam dibandingkan tahun 2006 dimana angka pengguna hape di rural masih 35,45%. Dengan kata lain, hape bukan lagi barang tak terjangkau bagi penduduk di rural, apalagi saat ini banyak provider yang menawarkan pulsa dan hape murah. Jadi jangan kaget kalau suatu ketika anda mendapat sms dari tukang sayur atau tukang jamu keliling menawarkan dagangannya pada anda. Bu, ini minah tukang jamu, kalau mau pesen kunir asemnya lagi, sms saya aja ya Bu…(Eky)

Friendship

This morning on the way to work, I heard a street singer (tukang ngamen bo') sang one of the most favorite songs that one of it's lirycs caught my sleepy head: Persahabatan seperti kepompong, merubah ulat menjadi kupu-kupu. I silently said Amien and added with a touch of smile: Persahabatan juga seperti sepasang sepatu kaca, merubah seorang upik abu menjadi Cinderella. For my friends who happen to read this note, I am thanking you for being my friends, through sunshine through rains, hey.. we even sometimes shared tears, the joy ones and the sorrow ones. Please stay with me although Ican become a real jerk sometimes. But without you, I am an incomplete human being :-)
Please stay...

Batik Trend

These days, many Indonesians are putting on batik clothes. There is a trend in clothing, and it is a fever. Just this morning, on the way to work, I saw traffic of people, particularly women, were soaked in batik of cute and fashionable models. Batik, not so long ago was quasi-antiquated, now has changed: a creation of trendy blouses with colors from beige to strong brown, the later, some decades ago, was usually found as traditional dye in batik sarong. Some colors, as I saw it, were tosca green, crimson blue, and pastel, and they all looked so fresh.
At the hands of creative designers, traditional batik designs can become new and heart some alternatives. Short-sleeved blouses are very amiable to go casually with jean-trousers and sandals under your foot; however, batik blouses with somewhat glossy trousers or long gown, and formal lady’s high-heeled shoes, would make you look great in proper moments.
With this trend, many gasping batik producers are back to live. Thanks to our fashion designers for their rescue, otherwise, it would be a sorrow to see batik, a nota bene Indonesia’s culture heritage, in a dim nook of its own mansion just because the owner cares more to the West’s culture. According to Polling Center ― Jakarta’s prominent social and market research institution ― Indonesians, in large, especially urban people, are keenly trends conscious. 40% of the women are fashion oriented. It is back to us, how we would revert our fashion outside in. If it is done, our batik industry would roar again. It is a guarantee! By the way, I am also wearing batik blouse today. Ha, ha, ha .... so I am one of those 40% afterall!